Kita sering mendengar bahwa bila kita kenal diri, kita mengenal Tuhan? Tampaknya mudah, kenallilah diri, maka kau kenal Tuhan. Sungguh tidak mudah kawan untuk mengenal diri. Selama ini yang kita kebab bukanlah diri, tetapi atribut yang disematkan oleh lingkungan.
Yang umumnya kita kenal dengan diri adalah diri palsu, bukan diri yang dimaksudkan dengan kalimat : MENGENAL DIRI BERARTI KENAL TUHAN.
Dari buku Bhagavad Gita by Anand Krishna, pada diri manusia terdapat 5 (lima) lapisan kesadaran :
- Lapisan kesadaran fisik/tubuh,
- Lapisan kesadaran energi/prana,
- Lapisan kesadaran mental/emosional,
- Lapisan kesadaran intelegensi/buddhi,
- Lapisan kesadaran spiritual.
Dengan memahami adanya 5 lapisan kesadaran, kita bisa mengenal Diri yang sesungguhnya. Yang saya maksudkan dengan mengenal diri berarti kita juga mesti memberikan perlakuan sebagaimana mestinya fungsi serta peran lima lapisan kesadaran tersebut. Dengan kata lain sesungguhnya perlakukan kita terhadap lima lapisan kesadarn tersebut belum sepenuhnya tepat. Dengan demikian kita belum bisa mengenal Tuhan, karena bila perlakuan terhadap kelima lapisan sudah tepat, kita mengenal Tuhan.
Kesadaran fisik/tubuh berarti memahami bahwa tubuh sebagai kendaraan yang kita butuhkan selama hidup di dunia. Tanpa adanya tubuh, perjalanaan menuju Sang Maha Sumber tidak akan tercapai. Sehingga tubuh kita harus kita upayakan dalam keadaan prima atau sehat sampai tua. Dengan tubuh yang sehata/prima, kita bisa melakukan laku spiritual dengan baik. Kita tidak bisa duduk diam bila tubuh kita sakit.
Jadi yang dimaksudkan dengan mengenal tubuh berarti kita mengerti segala sesuatu yang baik bagi tubuh. Misal, kita harus menjaga kesehatan tubuh dengan cara memberikan asupan yang tepat demi menjaga kesehatan tubuh. Dengan merokok atau memberikan asupan daging bagi tubuh, kita membuka peluang tubuh jadi sakit. Dengan kata lain, kita tidak bisa kenal Tuhan bila tubuh pun kita perlakukan semaunya demi memanjakan indrawi.
Mengenai lapisan energi , saat kita kekurangan energi, kita mencari perhatian orang lain. Misalnya, kita curhat atau bergosip tentang keburukan orang lain sesungguhnya kita sedang kekurangan energi. Bila kita pusa terhadap diri sendiri, kita tidak akan mencari kejelekan atau keburukan orang lain. Dengan kata lain, seseorang yang mengenal Tuhan tidak akan bergosip tentang orang lain, karena ia tahu bahwa dalam diri orang tersebut juga digerakkan oleh energi/Tuhan yang sama.
Dengan memperlakukan orang lain sebagaimana dirimu ingin diperlakukan, kita mengenal Tuhan yang ada juga dalam diri orang tersebut. Untuk itu, kita mesti bergaul dengan orang yang memiliki tingkat frekuensi energi yang baik sehingga level energi kita juga terangkat dengan sendirinya. Rasa takut, cemas, gelisah, marah-marah, dan lainnya membuktikan bahwa kualitas energi kita rendah.
Mengenai lapisan kesadaran mental/emosional sebenarnya sangat terkait dengan kualitas lapisan energi. Bila emosi kita gampang terbawa berarti kualitas energi juga belum mapan/stabil. Dengan memberikan asupan yang tepat terhadap pikiran, kita memperbaiki kualitas pikiran. Membaca buku yang terkait dengan kebajikan atau kebijaksanaan orang yang tercerahkan/suci berarti kita memberikan asupan bagi pikiran yang tepat. Sebaliknya, bila kita membaca berita yang buruk berarti kita memperlemah pikiran.
Tentang lapisan kesadaran intelgensi atau buddhi, kita sebaiknya mengembangkan pikiran kritis. Pikiran kritis berarti kita menggunakan neocortex. Yang saya maksudkan dengan pikiran kritis adalah menimbang yang baik bagi banyak orang, bukan kebaikan bagi diri sendiri.