Lihat ke Halaman Asli

Marhento Wintolo

Pensiunan Dosen

Bebas tetapi Belum Merdeka

Diperbarui: 17 Agustus 2024   07:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar : https://www.proaktifmedia.com/

Benarkah kita sudah Merdeka? Atau hanya sekadar bebas?

Dalam kamus modern, kata Merdeka berasal dari bahasa Sanskerta: महर्द्धिक maharddhika yang berarti kaya, sejahtera dan kuat juga bermakna bebas dari segala belenggu (kekangan), aturan, dan kekuasaan dari pihak tertentu. 

Secara sederhana, merdeka itu lebih ke kebebasan suatu bangsa dari dominasi asing, sementara bebas itu lebih ke kebebasan individu dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari. 

Pemaknaan yang patut direnungkan dalam merayakan hari Kemerdekaan negara kita ke 79. Yang kita lakukan selama ini adalah kebebasan individu, bisa pergi kemana saja, bisa makan apa saja, bisa bermain hape serta berselancar di medsos, bahkan bisa berkomentar sesuka hati. Tampaknya bebas, namun sesungguhnya belum merdeka, dałam arti kita masih dijajah oleh indrawi kita yang selalu menuntut kenyamanan badaniah.

Merdeka, bagi pemahaman saya terbebaskan dari belenggu penjajahan. Penjajahan nafsu keserakahan, penjajahan dengki/irihati, kecemasan atau rasa takut/khawatir. 

Ketika merasa bebas makan segala sesuatu, bebas konsumsi obat berarti kita belum merdeka. Merdeka dałam memilih jenis makanan yang bermanfaat bagi tubuh kita sehingga bisa terbebaskan dari ancaman penyakit. 

Ketika kita bisa pergi kulineran bareng teman-teman untuk berburu makanan yang sedang viral dengan tanpa mempertimbangkan waktu yang sesungguhnya berharga untuk sesuatu yang mulia, atau kualitias makanan yang mungkin bisa menimbulkan potensi terjadinya penyakit karena merusak/mengganggu organ dalam tubuh, kita belum bisa merdeka dari penjajahan indra kenikmatan lidah.

Kemerdekaan berarti bisa memerdekakan diri serta sesama makhluk hidup. Bisa dibayangkan bila kita sering menggunakan BPJS karena sakit diabetes atau gangguan ginjal sehingga mesti cuci darah dengan biaya mahal, kita merebut atau merampas hak pengobatan orang lain. 

Bukankah ini berarti kita masih melakukan penjajahan terhadap orang lain? Adanya kesadaran Jiwa untuk tidak mengakibatkan organ dalam tubuh kita rusak merupakan ungkapan perasaan merdeka yang juga memerdekakan orang lain.

Mungkinkah kita di dominasi orang asing?

Sangat mungkin dalam pengertian lebih luas, atau dalam konteks pelayanan terhadap sesama. Tidak terpengaruh oleh pendapat atau ajakan orang/teman yang bisa membuat kita menjadi sakit juga bisa dimaknai bebas dari dominasi di luar diri. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline