Yoga berarti pertemuan antara kesadaran manusia dan Kesadaran Hyang Tertinggi, pertemuan antara insan dan Tuhan, pertemuan antara Jiwa Individu dan Jiwa Agung (Sumber : Bhagavad Gita by Anand Krishna). Yoga bukan semata untuk kesehatan/keindahan tubuh dan kecantikan saja. Keindahan/kesehatan tubuh atau kecantikan merupakan efek samping melakoni Yoga.
Yang saya maksudkan Yoga bukan sebatas postur atau yang disebut assana tetapi sebagai gaya hidup atau life style yang mesti dilakoni dalam kehidupan. Yoga seperti inilah yang sedikit dipahami oleh khlayak ramai. Karena mayoritas masyarakat kita masie berasumsi bahwa gerakan Yoga dikaitkan atau dibayangkan suatu postur dengan kepala di bawah serta kaki di atas. Bahkan sebagaimana Yoga yang saya pelajari dari Bapak Anand Krishna Yoga dari Bhagavan Patanjali tidak terlalu berat.
Yoga terdiri dari 8 (delapan) bagian yang mesti dilakoni secara utuh atau keseluruhan sehingga membuahkan terjadinya pertemuan antara insan dan Tuhan. 8 bagian yang disebut sebagai ashtanga Yoga terdiri dari : Yama (disiplin/moral hidup); Niyama (Pedoman Hidup); Assana (postur tubuh); Pranayama (pengaturan prana melalui pengaturan/teknik pernapasan); Pratyahara (Penarikan Diri); Dharana (Perenungan); Dhyana (meditasi); dan Samadhi (Keseimbangan).
Jadi meditasi adalah bagian dari Yoga. Yoga sudah dikenal sejak lebih dari 5000 tahunan yang lalu yaitu sejak Mahabharata. Bila dilihat dari segi postur, sesungguhnya tidak perlu terlalu berlebihan, karena bila sampai dilakukan sehingga menyakiti tubuh kita berarti suatu tindakan kekerasan atau himsa padahal bagian Yoga yang disebut Yama disiplin/moral pertama adalah ahimsa atau tidak berbuat kekerasan, walaupun terhadap tubuh sendiri. Perbuatan non kekerasan juga berlaku tidak memaksakan kehendak kita terhadap orang lain. Yang aneh adalah banyak orang setelah melakoni yoga masih merokok. Bukan kah merokok merupakan tindakan yang menyakiti paru-paru kita?
Atau setelah beryoga kemudian makan sate. Bukanlah ini bertentangan dengan prinsip non kekerasan. Membunuh hewan demi kenyamanan lidah bukan tindakan non kekerasan. Selain itu tanpa sadar kita juga berbuat kekerasan terhadap tubuh kita. Daging hewan yang disembelih sangat tidak sesuai dengan jenis makanan bagi seorang Yogi. Banyak penelitian bahwa pemakan daging memiliki emosi atau temperamen tinggi.
Mari kita lihat Yama yang lain : Ahimsa; Satya atau kebenaran; Brahmacharya bukan hanya hidup selibat, tetapi juga penggunaan energi secara tepat; aparigraha yaitu bertindak penuh pengendalian diri termasuk tidak serakah atau menimbun harta benda; asteya tidak mencuri dalam segala hal. Dalam arti tidak mengambil hak orang lain tanpa ijin dari orang bersangkutan.
Yang dimaksudkan Niyama : Sauca atau kebersihan, kebersihan pikiran, ucapan serta fisik; Samtosm atau kepuasan dalam segala hal mungkin bisa diartikan sebagai ungkapan syukur; Tapa atau disiplin; Svadhyaya (mempelajari kesejatian diri); Isvarapranidhana penyerahan diri secara total pada kehendak Ilahi. Dari perspektip pandangan saya adalah 'Perlakukan orang lain sebagaimana dirimu ingin diperlakukan' Cara ini lebih bisa diterapkan dalam keseharian.
Dengan melakoni Yama dan Niyama secara utuh akan terjadi suatu keselarasan dengan alam. 5 anga atau bagian lainnya merupakan disiplin bagi diri sendiri.
Dari pengalaman saya, rasa puas serta kesehatan mental dan tubuh terjadi secara alami. Namun demikian memang tidak ada yang disebut selesai untuk melakoni gaya hidup dengan cara Yoga. Bahkan mungkin inilah yang mesti menjadi laku manusia selama hidup di dunia. Dengan cara ini, kebahagiaan sejati merupakan hasil (outcome)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H