Lihat ke Halaman Asli

Marhento Wintolo

Pensiunan Dosen

Belajarlah dari Suhu Tubuh untuk Jadi Bahagia

Diperbarui: 9 Juli 2024   06:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar : https://caruy.desa.id/

Kita lupa mengamati schuw atau temperatur tubuh kita agar tetap jadi bahagia. Bahagia bukanlah kesenangan sesaat, saat ini senang dan sesaat kemudian hilanglach kesenangan. Yang saya maksudkan bahagia sesungguhnya suatu keadaan seimbang. Seimbang ketika sedang senang atau duka. Menerima duka sebagai suatu keadaan yang kapat dipastikan akan hilang di lain saat.

Bukankah keadaan suhu tubuh kita juga tetap: 36,5 - 37,2 derajat Celsius. Walaupun keadaan di luar tubuh kita naik atau turun secara ekstrim, suhu tubuh kita tetap di antara 36,5 - 37,2. Bila suhu tubuh naik, kita demam. Artinya tidak sehat. Mungkinkah kita menjaga perasaan emosi kita sebagaimana suhu yang tetap dalam keadaan segala cuaca? Mengapa tidak mungkin?

Keadaan emosi/perasaan kita bisa dikontrol atau dikendalikan oleh diri kita sendiri. Mengapa kita selama ini menyerahkan remote controle perasaan hati kita atau pikiran kita kepada orang lain? Ya jawabannya sangat sederhana. Kita belum menyadari bagaimana cara agar kita tetap daam keadaan stabil atau seimbang tanpa dipengaruhi oleh cuaca di luar diri kita.

Yang mesti kita sadari adalah bahwa bila Tuhan berada di luar diri kita, Dia juga ada dalam diri kita. Bagaikan ikan dalam air, ada air dalam ikan, ada air di luar ikan. Selama ini kita tidak menyadari kesejatian Diri kita sehingga kita menjadi budak permainan orang lain. Kita mesti menyingkap tabir atau hijab sehingga bisa bersandar kepada Tuhan. 

Selama ini kita selalu bersandarkan segala kondisi kita pada orang lain, sehingga kita dipermainkan oleh keadaan atau cuaca di luar diri. Dengan kata lain, sesungguhnya kita BELUM MENYEMBAH TUHAN. Atau berserah diri kepada Tuhan Hyang Mahakuasa. KIta seutuhnya berserah diri kepada berhala dalam wujud manusia, yang belum tentu manusia. Jangan manusia tersebut juga hanya bentuk luarnya, tetapi ia belum jadi manusia sungguhan. Bagaimana tahu?

Sangat mudah. Perhatikan yang diucapkan dan perbuatannya.Bila ucapannya hanya segala sesuatu tentang kenyamanan tubuh, ia adalah budak indra. Hewan pun hanya mencarai kenyamanan tubuh, carai makan bila lapar, cari betina bila lagi horni. Perhatikan juga perbuatannya, apakah ia bisa menghargai orang lain sebagaimana ia menghargai dirinya sendiri. Bila ucapan serta tindakannya semata untuk memuaskan kemarahan, maka ia belum jadi manusia.

Bersandarlah kepada Tuhan yang ada dalam diri, inilah cara bagaimana menyembah Tuhan. 

Setiap manusia memiliki 3 (tiga) modal dasar sama : Napas, Waktu, dan Pikiran. Pertama langkah kita adalah bisa atau tidak kita mengatur napas jadi lebih panjang. Ingatlah orang yang emosian dapat dipastikan napasnya pendek. Pikiran dan napas sangat terkait erat (sudah saya bahas dalam artikel saya tentang ini).

Dengan mengatur napas dengan baik, kita juga mengendalikan energi kehidupan atau life force. Inilah yang disebut prana. Dengan terjaganya ritme napas, emosi kita stabil. Atau bisa on and off dengan cepat.  Tidak terbawa berlarut sehingga kita terbenam dalam emosi perasaan kita.

Keadaan di luar diri tidak bisa kita kendalikan, tetapi kita memiliki kuasa penuh untuk mengatur emosi kita. Jadikanlah Dia sebagai sesembahan kita. Dengan kita menyerahkan remote controle perasaan kita kepada orang lain, kita belum sepenuhnya menyembah Tuhan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline