Lihat ke Halaman Asli

Marhento Wintolo

Pensiunan Dosen

Hidup dalam Tuhan, Hidup Kekinian

Diperbarui: 4 Juli 2024   06:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hidup kekinian berarti bersama waktu, mengalir. Dan hanya bisa terjadi bila tetap mengamati nafas. Dengan memperhatikan keluar masuk nafas. Karena tidak ada napas kemarin. Yang ada hanya satu, napas saat ini. Hidup di masa lalu berarti kita terjebak di alam pikiran.

Merupakan sesuatu hal yang tidak mungkin kita hidup di luar Tuhan. Hidup di luar Tuhan berarti dua individu sejajar; kita dan Tuhan. Seringkali tanpa sadar kita berkata, 'Aku menyembah Tuhan'. Ada yang disembah dan yang menyembah; Inilah dua individu. Tidak mungkin. Ya mau atau tidak mau, kita mesti mengunakan terminologi yang umum...

Tetapi, inilah kondisioning kita, se-akan kita bisa hidup di luar Tuhan. Dengan asumsi seperti ini, kita tidak bisa memahami bahwa Tuhan meliputi segala sesuatu, akhirnya kita bisa bertindak kekerasan terhadap sesama makhluk. Dan yang lebih parah kita bisa memperdebatkan tentang Tuhan. 

Yang terlupakan adalah saat kita membicarakan sesuatu, kita berada di luar obyek yang kita bicarakan. Saat itu, kita sebagai subyek. Membicarakan Tuhan???

Ini juga kehendak Dia, bila tidak ada kesibukan tersebut di atas, tutuplah permainan sandiwara. Inilah asyiknya hidup. Hidup dan menghidupi. Sebagai pemain sandiwara sekaligus penonton. Bukan kah hanya Dia sang Pemain Tunggal? Kita sebagai manusia sebagai pelaku permainan.

Kembali ke masalah, 'Apakah yang dimaksud hidup dalam ke-kinian?'

Mungkinkah kita membicarakan hidup ke-kinian?

Saat kita menyatakan 'Saat ini...', sesungguhnya kita membicarakan yang sudah lewa, walaupun sepersekian detik, namun saat itu bukanlah waktu kekinian. Kita sudah membicarakan hal yang sudah lewat.

Lantas, kapankah here and now?

Hanya dan hanya di saat kita bisa senantiasa memperhatikan nafas. Tanpa kata dan pikiran. Saat itu kita berada 'dalam Tuhan'. Saat itu kita bersyukur. Mengapa?

Sebab hanya seseorang yang bebas dari pikiran bisa bersyukur. Bebas dari pikiran tentang sesuatu di masa lalu berarti kita hidup di masa lalu. Bila kita cemas atau khawatir memikirkan masa depan bermakna bahwa kita hidup di waktu yang akan datang. Saat kita hidup di masa lalu yang terjadi adalah gelisah, amarah, dan kebencian. Saat itu kita menderita. Saat hidup di masa depan, kita cemas dan khawatir, kita juga hidup menderita.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline