Untuk membuktikan bahwa seseorang menyembah berhala sangat mudah dilihat. Caranya adalah dengan melihat akibat atau dampak buruk terhadap orang lain atau lebih luasnya semua makhluk di bumi. Mengapa saya katakan terhadap semua makhluk di bumi?
Karena bila akibat perbuatan kita merugikan umum atau banyak orang, maka yang dilakukan orang tersebut tidak selaras dengan sifat alam semesta atau lebih spesifik Tuhan. Mengapa saya katakan Tuhan?
Saya akan balik bertanya, 'Adakah sesuatu di luar Tuhan?'
Semuanya di dalam Dia. Kita mengatakan Dia Hyang Maha Hidup, dengan demikian tiada satupun makhluk berada di luar-Nya. Jelas tidak akan bisa hidup. Bila ada yang beranggapan bahwa ada stu makhluk yang di luar Dia, maka dapat dipastikan makhluk atau benda tersebut sejajar. Mungkinkah tuan dan puan?
Bila memang betul yang saya tuliskan, maka mengenai menyembah berhala merupakan tidak mungkin. Karena di balik semua makhluk Tuhan Hyang Maha Hidup juga bersemayam. Dengan sendirinya, bila kita mengatakan bahwa ada seseorang menyembah batu da pohon dianggap merupakan penyembahan terhadap berhala, berarti orang tersebut tidak percaya bahwa daam batu dan pohon pun Dia Hyang Mahahidup juga ada.
Pemahaman saya tentang penyembah berhala adalah bila akibat perbuatannya berakibat terhadap kerugian sesama makhluk hidup. I ni selaras dengan pesan para suci/bijak masa lalu : "Perlakukan orang lain sebagaimana dirimu ingin diperlakukan" Bila kata 'orang' kita ubah atau ganti dengan makhluk tidak meleset dari makna pesan tersebut. Karena kita mesti selalu ingat bahwa keberadaan semua makhluk atau benda juga wadah atau tempat Dia Hynag Mahahidup bersemayam. Ingat bahwa tiada sesuatupun bisa bergerak di luar kehendak Nya.
Nah bila akibat perbuatan kita merugikan sesama makhluk, maka yang dilakukan berlawanan atau bertentangan dengan pesan umum yang disampaikan para suci yang dikirimkan oleh Nya. Bagi saya, merusak atau menghina ciptaan Nya yang juga tempat Dia bersemayam merupakan tindakan yang bertentangan dengan Dia.
Apa yang membuat kita beranggapan?
Pikiran atau asumsi kita. Bila pikiran dan asumsi kita tidak lagi selaras dengan sifat generikNya, Kasih, maka kita tidak lagi sadar bahwa dalam diri kita juga bersemayam Tuhan. Tanpa sadar sesungguhnya kita telah menidakkan kehadiran Dia yang menyaksikan segala yang kita lakukan, mulai dari pikiran, ucapan serta perbuatan. Saat pikiran kita tertutupi kabut penidaan kehadiranNya, inilah yang disebut 'ATEIS'. Tuhan ada tetapi pikiran kita yang menyatakan tidak, dengan cara melakukan perbuatan yang bertentangan dengan sifat Tuhan; Kasih dan Sayang. Saya masih ingat dengan jelas, ada suatu kepercayaan yang selalu mengatakan Tuhan Hyang Maha Pengasih dan Penyayang dalam segala tindakannya. Namun kadang setelah mengucapkan kalimat tersebut, mereka melakukan yang tidak selaras dengan pesan para suci. Bukan kah ini perilaku yang tidak selaras antara ucapan dan tindakan?
Perbuatan merupakan cerminan dari pikiran atau segala sesuatu yang bersarang/tersimpan dalam diri kita. Itu juga yang saya ingat dari IBU PARA SUFI : Rabiah Al-Adawiyyah ketika ada seseorang bertanya : "Rabiah, mengapa kau tidak bisa membenci setan?"
Rabiah pun menjawab : 'Karena semua pikiran dan perhatianku sudah terisi oleh nama kebesaran Tuhan, maka tiada sedikitpun tempat bagi kata setan dalam pikiranku.'