Lihat ke Halaman Asli

Marhento Wintolo

Pensiunan Dosen

Waktu Hanyalah Konsep

Diperbarui: 13 Juni 2024   07:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: https://www.oneearthretreat.com

Konsep yang dibuat manusia untuk membedakan sehingga bisa melakukan kegiatan. Sedangkan dalam pikiran kita, sesungguhnya waktu tidaklah ada. Masa lalu, kini, dan akan datang atau masa depan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Bahkan bila kita menarik diri dari bumi, semuanya hanya ada masa kini; saat ini.

Segala kejadian atau pengalaman yang kita rasakan saat ini sebagai akibat masa lalu. Dengan kata lain, pengalaman hidup saat ini sebagai akibat dari masa lalu. Bila kita menyadari dengan baik, kita bisa menerima segala hal yang terjadi saat ini sebagai akibat perbuatan kita juga. Janganlah mencari kesalahan orang lain. Penerimaan ini sangat penting demi kebaikan kita sendiri.

Dengan penerimaan yang baik, kita akan berupaya menciptakan sebab pada masa kini sehingga di masa akan datang mengalami buah yang kita petik. Dalam istilah yang disebutkan daam tradisi Jawa : 'Eling dan waspada', menurut Guru saya : "Always be Careful" (ABC)

Ya, senantiasa ingat atau sadar dalam segala tindakan atau menerima segala bentuk pengalaman hidup. 

Adalah kebinasaan bagi kita bila saat kita mengalami penderitaan, kita mencari kambing hitam dengan mencari atau menimpakan kesalahan pada orang lain. Bila hal ini yang kita lakukan, sama saja kita tidak belajar dari pengalaman sehingga kita bisa berkembang menjadi lebih baik. Dan celakanya, ini yang sering kita lakukan pada umumnya. Solusinya adalat dengan melakukan meditasi.

Janganlah mengartikan meditasi sekadar duduk diam. Meditasi bersifat dinamis. Meditasi adalah gaya hidup atau life style. Hidup dalam kekinian dengan sadar. Sadar bukanlah jaga. Sadar berarti kita menegrti dengan tepat apa yang kita pikirkan, ucapkan serta lakukan. Ingatlah ini : 'Perlakukan sesama makhluk sebagaimana dirimu ingin diperlakukan.'

Mengapa kita bersikap reaktif, semestinya kita bersikap responsif. Amati dengan baik hewan berkaki 4 (empat). Bila kita memukul atau menyakiti, mereka langsung membalas. Inilah sifat reaktif. Hal ini wajar, karena memang yang mereka miliki masih otak mamalia.  

Alaminya, semestinya manusia bersikap responsif. Diam atau pause sesaat sebelum bertindak. Bila ini yang kita lakukan berarti kita telah mengaktifkan otak baru yang dimiliki manusia, neocortex. 

Menyimak dari kedua hal di atas, kita bisa menilai diri kita sendiri, pada posisi atau kualitas yang manakah diri kita? Sekali lagi, janganlah menilai orang lain, tetapi demi perwkembangan diri kita, seeaiknya kita evaluasi diri sendiri semata untuk kebaikan diri sendiri. Bukankah yang akan mengalami kebaikan juga kita sendiri? Bila kita selalu melihat ke luar diri dengan mencarai kesalahan atau keburukan orang , kita sedang membunuh perkembangan diri sendiri. Kita telah mengingkari kordaat sebagai manusia Tuhan.  

https://www.oneearthretreat.com




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline