Lihat ke Halaman Asli

Marhento Wintolo

Pensiunan Dosen

Mati Hidup di Sini, Mau ke Mana?

Diperbarui: 7 Maret 2024   06:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: https://www.gramedia.com/

Yang mati siapa tubuh? Itulah pengertian umum, sehingga menganggap bahwa si roh yang terdiri dari gugusan pikiran dan perasaan/emosi bisa ke alam lain?

Aku bukan badan.......

Aku bukan pikiran......

Aku bukan perasaan......

Ya jelas ga mungkin lah. Mengapa saya katakan tidak mungkin?

Tubuh manusia terdiri dari tubuh kasar dan halus, ini sudah diketahui banyak orang,'kan?

Tubuh kasar yang terbuat dari makanan pastlar kembali ke alam/bumi. Kembali terurai ke asalnya. Dari tanah kembali ke tanah. Semuanya berasal dari tanah. Tumbuhan yang membentuk tubuh kasar kita berasal dari bumi, tanah juga,'kan? 

Tubuh halus, katakan roh terdiri dari pikiran dan perasaan, ini juga masih materi. Bila mau tahu yang bukan materi adalah percikan Hyang Maha Hidup, istilah bahasa Sanskrit disebut Atma. Ketika masuk ke dalam tubuh manusia, si atma ini disebut Jiwatma.

Untuk memahami lebih mudah dan membumi, kita ibaratkan Hyang Maha Kuasa sebagai matahari. Matahari memancarkan cahaya, nah cahaya ini masuk ke rumah/tubuh kita. Ia disebut sinar atau hanya pantulan dari cahaya. Sinar ini yang disebut Jiwa atau yang membuat tubuh kita bergerak. Ia memiliki kualitas sama dengan matahari; katakanlah sebagai percikai air laut, bila laut kita anggap Sang Maha Sumber Agung.

Jadi AKU bukanlah pikiran. Dengan kata lain, pikiran ini adalah alat bagi Sang Sinar/Jiwa untuk berekspresi. Sedangkan untuk berekspresi di dunia yang dualitas, ia butuh otak, perangkat keras. Pikiran kita sebut sebagai perangkat lunak. 

Ketika mati, tubuh kasar ditinggalkan oleh sang roh. Karena roh ini materi dan harus memiliki energi untuk menggerakkannya, Sang Jiwatma/individu sebagai energi penggerak. Dalam hal ini, si Jiwatma bisa dikatakan terperangkap dalam pikirannya. Ia menganggap atau mengidentifikasikan diri sebagai si Fulan.

Sang Jiwatma terperangkap dalam alam pikiran dan perasaan, dengan kata lain si Jiwa ini juga terselubung materi/pikiran. Ia belum bisa kembali ke asalnya, Sang Sumber Agung.

Semakin banyak keinginan atau obsesi dan semakin aktif, superaktif selama hidup di dunia, tentu semakin banyak beban dan semakin tebal selubung si Jiwa individu. Si Jiwa individu ini tidak akan bisa kembali ke Sang maha Sumber kecuali selubungnya pecah berserakan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline