Banyak dari kita, termasuk saya, menggunakan uang secara tidak tepat. Bahkan walaupun untuk memberikan pada mereka yang tampaknya kekurangan, misalnya pengemis. Banyak sudah berita atau kisah bahwa menjadi pengemis pun menjadi profesi. Sudan bukan rahasia lagi bahwa pengemis bisa memiliki uang banyak, bahkan ada kisah ada pengemis bisa menginap di hotel. Selain itu punya rumah dan mobil.
Demikian juga bila kita memberikan uang pada seorang anak kecil peminta, kita tanpa sadar membuat dia semakin malas. Kita tidak membantu, tetapi menjerumuskan si anak ke jurang kemalasan. Mereka sering menggunakan alasan untuk memiayar uang sekolah. Jadi bila memang niat kita membantu, langsung hubungi sekolahnya saja. Berikan langsung pada sekolah, tidak memberikan pada si anak. Selain itu juga ternyata banyak info yang membenarkan bahwa anak peminta tersebut di eksploitasi oleh mereka yang memanfaatkan anak tersebut.
Bagaimana bila hanya untuk makan?
Bila membeli makanan yang berlebihan sekadar untuk menyenangkan lidah kita, ini juga kurang tepat. Banyak bukti bahwa makanan enak bagi lidah tidak menyehatkan.
Ada istilah : 'You are what you eat'
Jadi apa yang kita makan menunjukkan siapa diri kita.
Banyak orang memburu makanan sampai rela antri berjam-jam. Bukan'kah ini sebagai bukti kita hanya sebagai budak lidah? Masih dikendalikan oleh indrawi kita berarti kita masih budak. Belum bebas dari pengaruh indrawi kita. Kita masih memperturutkan keinginan. Kita hidup untuk makan. Belum makan untuk hidup........
Dengan kata lain, kita belum bisa membedakan antara keinginan dan kebutuhan. Ingat yang disampaikan oleh Mahatma Gandhi:
'Dunia ini bisa memenuhi kebutuhan seluruh manusia,
tidak bisa memenuhi keserakahan satu orang'
Mungkin ada yang bertanya: 'Bagaimana kalau disumbangkan ke panti asuhan atau panti jompo?'
Tergantung dari tujuannya..
Banyak orang yang menyumbang dengan pamrih agar diliput oleh media. Banyak juga memberikan hanya untuk dapat pujian. Bukan'kah ini berarti kita ada pamrih?