Kekosongan jabatan Wakil Gubernur DKI Jakarta telah terjawab dengan terpilihnya Djarot Syaiful Hidajat. Djarot adalah seorang Walikota Blitar tahun 2000-2010 yang pada saat memimpin memiliki prestasi lumayan. Sosok Djarot mulai dikenal dalam level nasional ketika namanya sering disebut oleh Basuki Tjahaja Purnama atau biasa dipanggil Ahok. Djarot Syaiful Hidajat saaat ini seakan menjadi media darling dalam pemberitaan sehari-hari di beberapa media. Entah ini alamiah atau desain besar untuk mengangkat popularitas Djarot Syaiful Hidajat yang notabane-nya adalah politisi PDI Perjuangan. Seperti diketahui ditengah minimnya stok kader PDI P yang layak jual dan masih dominannya golongan tua dalam PDI Perjuangan sehingga merupakan keniscayaan untuk membranding seorang Djarot sedemikian rupa melalui alat media yang prospek besarnya nanti akan dicalonkan menjadi Gubernur pada tahun 2017. Bukankah pemberitaaan kepada Ahok sudah mulai berkurang dan saat ini pemberitaan selalu menyorot tentang Djarot Syaiful Hiadajat??
Sebelum menjadi Gubernur Djarot adalah Anggota DPR RI terpilih dari Dapil 6 Jawa Timur meliputi Kab/Kota Blitar, Kab/Kota Kediri, dan Kab Tulungagung. Penulis memahami bagaimana dinamika seorang Djarot Syaiful Hidajat bertarung dalam kontestasi pileg dalam April 2014, bahhkan cerita serangan politik oleh Walikota Blitar kepada Djarot Syaiful Hidajat. Seperti diketahui umum, Walikota Blitar Samanhudi Anwar merupakan Ketua DPC PDI-P Kota Blitar dan Djarot Syaiful H merupakan Ketua Bidang Organisasi DPP PDI-P. Sungguh ini merupakan hal yang aneh? Lalu pertanyaannya ada masalah apa antara mereka berdua??
INKONSISTENS. Perlu diketahui Djarot Syaiful H ketika bertarung dalam kontestasi pileg 2014 banyak melibatkan para tenaga-tenaga yang masih menjunjung tinggi nilai-nilai idealis. Di sisi lain retorika dan rayuan Djarot Syaiful H mampu menghipnotis para tim-nya untuk bagaimana berjuang tanpa pamrih demi bangsa dan negara yang sebenarnya adalah memperjuangkan dirinya (Djarot Syaiful Hidajat) menjadi pejabat DPR RI. Sungguh retorika Djarot Syaiful H mampu menghipnotis para tim-nya untuk memenangkannya dalam kontestasi pileg 2014 meskipun minim logistik yang diberikan oleh Djarot Syaiful H. Berbagai retorika disampaikan bahkan yang penulis sangat ingat salah satu yang sering disampaikan olehnya adalah tentang bagaimana amanah harus dijunjung tinggi oleh pemimpin, namun nyatanya seorang Djarot Syaiful telah tidak konsisten dengan apa yang dibicarakannya dengan dia memilih menjadi Wagub DKI Jakarta. Sungguh ini merupakan bukan hal yang sepele, bagaimana nasib aspirasi rakyat Blitar yang diamanahkan padanya? Bukankah dalam kampanye kemaren banyak janji disampaikan kepada rakyat? Dan yang paling substansial adalah alasan rakyat memilih Djarot Syaiful Hidajat pada umumnya adalah karena mereka percaya aspirasinya akan terwujud ketika dia memiliki Wakil seperti Djarot Syaiful H dan atas alasan inilah masyarakat Blitar rela memilih dia bahkan memperjuangkan dia untuk menang dalam kontestasi Pileg 2014. Ini merupakan inkonsistensi tentang prinsip amanah yang selalu dia sampaikan dalam berbagai retorika-retorikanya.
ETIKA POLITIK. Seorang politisi akan sangat dihargai ketika dirinya mengimplementasikan nilai etika politik. salah satu etika politik yang harus dijunjung tinggi adalah bagaimana menjaga amanah yang diberikan kepadanya dengan baik, selalu konsisten dengan apa yang dia ucapkan, dan selalu menyerap aspirasi kontituen atau perwakilan konstituen-konstituennya. Pilihan Djarot Syaiful H menjadi Wakil Gubernur DKI Jakarta merupakan pukulan telak bagi konstituennya yang memiliki ekpektasi besar padanya tentang aspirasi rakyat. Di sini moralitas dan integritas seorang akan diuji, sebagai pemimpin yang baik seharusnya Djarot Syaiful H tidak serta merta memilih menjadi Wakil Gubernur DKI Jakarta. Djarot seharusnya meminta ijin dahulu kepada konstituennya karena bagaimanapun masyarakat telah memberinya amanah menjadi Anggota DPR RI. Ini merupakan etika politik yang telah diabaikan oleh seorang Djarot Syaiful H yang piawai dalam beretorika. Dampak dari hal ini Djarot Syaiful Hidajat mewariskan berbagai masalah bagi para tim-nya yang juga merupakan kepanjangan tangan konstituennya, banyak konstituen menagih jani-jani Djarot Syaiful H akhirnya para tim-nya saat ini menjadi bulan-bulanan konstituen. Sungguh sangat malang nasib tim pemenangannya yang ketika kontestasi Pileg rela tidak dibayarkarena retorika-retorika Djarot yang berpenampilan idealis sekarang menanggung beban moral pada konstituen karena sikap inkonsistensi dan rendahnya etika politik Djarot Saiful Hidajat. Dan sungguh sangat malang nasib konstituen yang saat ini aspirasinya tidak dapat tersalurkan karena yang dipilihnya saat ini telah mengkhianatinya dengan memilih menjadi Wakil Gubernur DKI Jakarta yang secara perhitungan politis dan matematis lebih menguntungkannya.
Penulis adalah Warga Kota Blitar
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H