Lihat ke Halaman Asli

Divisi Riset RKIM UB

Riset dan Karya Ilmiah Mahasiswa Universitas Brawijaya

Skandal Joki Akademik: Ancaman Serius terhadap Integritas Pendidikan Indonesia

Diperbarui: 2 September 2024   12:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Skandal Joki Akademik: Ancaman Serius Terhadap Integritas Pendidikan Indonesia

Joki akademik adalah praktik di mana individu sebagai pengguna jasa membayar penyedia untuk menyelesaikan tugas akademik. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), joki diartikan sebagai seseorang yang mengerjakan ujian untuk orang lain dengan menyamar sebagai peserta ujian sebenarnya dan menerima bayaran. Praktik ini tidak hanya meliputi pengerjaan tugas atau skripsi, tetapi juga mencakup pemalsuan data penelitian, serta joki online untuk ujian, presentasi, dan tugas praktikum. Joki akademik bukan hanya sekedar pelanggaran, tetapi merupakan ancaman serius bagi integritas dan kejujuran dalam dunia pendidikan.

Baru-baru ini, dunia maya kembali dihebohkan dengan kasus joki akademik, terutama terkait ujian masuk perguruan tinggi. Kasus ini mencuat setelah pengakuan terbuka dari penyedia jasa joki yang mengklaim berhasil meloloskan calon mahasiswa ke universitas-universitas ternama di Indonesia. Lebih mengejutkan lagi, testimoni ini dengan berani mencantumkan nama universitas dan fakultas tempat mahasiswa diterima, memicu kegemparan di kalangan masyarakat dan menimbulkan keprihatinan. Dalam hal ini dapat dipahami bahwa seleksi masuk perguruan tinggi yang seharusnya terlaksana secara ketat dan transparan, nyatanya masih ada celah yang dimanfaatkan oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab.

Universitas-universitas yang disebutkan dalam testimoni tersebut dikenal dengan tingkat persaingan yang sangat ketat. Ribuan calon mahasiswa bersaing setiap tahunnya untuk dapat masuk ke fakultas unggulan di institusi tersebut. Dengan adanya praktik joki akademik, nilai akademik yang selama ini menjadi tolok ukur keberhasilan dalam pendidikan seakan kehilangan maknanya. Nilai dan prestasi akademik yang seharusnya diraih dengan usaha keras menjadi sesuatu yang dapat dibeli, menciptakan ketidakadilan bagi mereka yang benar-benar berjuang. Kasus ini tidak hanya mencoreng nama baik institusi pendidikan tersebut, tetapi juga menimbulkan pertanyaan besar tentang integritas dan masa depan dunia pendidikan di Indonesia.

Fenomena joki akademik bukanlah sesuatu yang muncul begitu saja. Terdapat berbagai faktor yang melatarbelakangi maraknya praktik ini di kalangan mahasiswa. Menurut Baihaqi, et al. (2024) terdapat beberapa penyebab utama yang mendorong mahasiswa mencari jalan pintas, yaitu keterbatasan waktu, kesulitan memahami materi, kurangnya minat membaca, ketergantungan pada teknologi dan media sosial, serta tekanan akademik yang tinggi. Banyak dari mereka merasa bahwa dengan menggunakan jasa joki, beban akademik yang mereka hadapi bisa lebih ringan, sehingga mereka dapat mengatasi penumpukan tugas tanpa harus benar-benar memahami materi.

Penggunaan jasa joki akademik mencerminkan pergeseran moralitas mahasiswa terhadap tanggung jawab akademik dan integritas dalam pendidikan. Berdasarkan keterangan dari beberapa mahasiswa yang menggunakan jasa joki, mereka merasa bahwa penggunaan jasa tersebut adalah cara yang sah untuk mengatasi beban akademik yang terlalu berat dan mengatasi kesulitan dalam memahami materi. Mereka lebih mengutamakan hasil akhir yakni nilai tinggi dan kelulusan dibandingkan dengan proses pembelajaran itu sendiri. Paradigma ini menunjukkan bahwa banyak mahasiswa sekarang lebih fokus pada pencapaian semu tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap perkembangan intelektual dan moral mereka.

Perubahan paradigma ini mengarah pada normalisasi tindakan yang melanggar etika dan nilai-nilai moral dalam pendidikan. Praktik joki akademik tidak hanya mencerminkan sikap tidak bertanggung jawab, tetapi juga mengikis kemampuan kritis dan kreativitas mahasiswa yang seharusnya dikembangkan melalui proses belajar mandiri. Pendidikan seharusnya menjadi proses yang tidak hanya mendidik secara intelektual, tetapi juga membentuk karakter. Namun, dengan semakin maraknya praktik joki, prinsip-prinsip kejujuran dan integritas yang merupakan dasar dari pendidikan terancam runtuh.

Dalam pandangan Totok Amin, seorang tokoh pendidikan yang diulas melalui medcom.id, fenomena ini adalah alarm yang sangat mengkhawatirkan. Totok mengungkapkan bahwa semakin banyaknya mahasiswa yang menggunakan jasa joki akademik menunjukkan adanya kemunduran dalam sistem pendidikan kita. Penggunaan jasa joki secara masif ini tidak hanya menghilangkan penghargaan terhadap etika dan kejujuran, tetapi juga mengaburkan nilai kerja keras yang seharusnya menjadi pilar dalam mencapai prestasi akademik. Lebih jauh lagi, Totok memperingatkan bahwa tren ini bisa menimbulkan kemunduran yang signifikan dalam kualitas pendidikan, karena lambat laun, mahasiswa akan kehilangan kemampuan untuk berpikir kritis dan mandiri. Jika dibiarkan berlanjut, hal ini dapat membawa pada kehancuran intelektual yang akan berdampak pada masa depan bangsa.

Tidak hanya itu, praktik joki akademik juga memiliki konsekuensi hukum yang sangat serius. Fachrizal Afandi, seorang pakar pidana dari Universitas Brawijaya, menjelaskan bahwa praktik joki dapat dijerat dengan pasal pemalsuan surat sesuai Pasal 263 KUHP, yang mengatur pemalsuan surat yang dapat menimbulkan hak atau perikatan baru dengan pidana penjara paling lama 6 tahun. Praktik joki ujian, di mana seorang joki mengerjakan ujian dengan identitas palsu, jelas merupakan tindakan yang melanggar hukum. Begitu pula dengan joki skripsi, di mana seseorang mengerjakan karya ilmiah atas nama orang lain, ini juga dapat dianggap sebagai pemalsuan surat yang menimbulkan hak baru bagi orang yang namanya dicantumkan. Selain itu, Pasal 70 UU Sisdiknas mengatur ancaman pidana bagi mahasiswa yang melakukan plagiarisme, yang termasuk dalam praktik joki akademik. Ancaman pidana ini berupa penjara paling lama dua tahun dan/atau denda paling banyak Rp200 juta.

Peraturan tersebut secara tegas menyebutkan konsekuensi hukum yang akan ditanggung oleh pengguna dan penyedia jasa joki. Namun, ironisnya, praktik joki masih marak terjadi, terutama di kalangan mahasiswa. Hal ini menunjukkan adanya kelemahan dalam penegakan hukum dan kurangnya kesadaran di kalangan mahasiswa akan dampak negatif dari tindakan tersebut. Padahal, penggunaan jasa joki memiliki dampak negatif yang sangat signifikan terhadap integritas institusi pendidikan. Praktik ini menurunkan standar kualitas pendidikan, mengurangi kredibilitas institusi, dan merusak reputasi lembaga pendidikan secara keseluruhan. Mahasiswa yang tertangkap menggunakan jasa joki berisiko menghadapi pembatalan nilai, skorsing, atau bahkan dikeluarkan dari institusi pendidikan.

Untuk mencegah praktik ini semakin merajalela di kalangan mahasiswa, diperlukan upaya-upaya pencegahan yang komprehensif dan berkelanjutan. Edukasi tentang integritas akademik harus ditingkatkan, baik bagi mahasiswa maupun staf pengajar. Institusi pendidikan harus menerapkan sanksi tegas bagi pelaku praktik joki, tanpa pandang bulu, untuk memberikan efek jera. Kebijakan preventif juga perlu diterapkan, seperti pengawasan yang lebih ketat dalam proses ujian, peningkatan penggunaan teknologi anti-kecurangan, dan peninjauan ulang terhadap sistem evaluasi akademik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline