Lihat ke Halaman Asli

Divisi Riset RKIM UB

Riset dan Karya Ilmiah Mahasiswa Universitas Brawijaya

Woebot: Pionir AI dalam Terapi Kesehatan Mental

Diperbarui: 1 Agustus 2024   11:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Penulis : Muhammad Aulia Rahman, Ricky Aulia

Universitas Brawijaya

Akhir-akhir ini, kesehatan mental telah menjadi topik yang banyak dibicarakan dan mendapatkan perhatian luas dari berbagai kalangan. Mengutip dari laman website Halodoc, Kesehatan mental merupakan kondisi yang berkaitan dengan kesejahteraan emosional, psikologis, dan sosial seseorang. Ini mencakup bagaimana individu berpikir, merasa, dan berperilaku, serta bagaimana mereka menghadapi stres, berinteraksi dengan orang lain, dan membuat keputusan. Kesehatan mental juga dapat didefinisikan sebagai kemampuan individu untuk menyadari potensi diri, mengatasi tekanan hidup, bekerja secara produktif, dan berkontribusi kepada komunitas. Kesehatan mental yang baik memungkinkan seseorang untuk menikmati kehidupan sehari-hari dan menjalin hubungan positif dengan orang lain. Sebaliknya, gangguan kesehatan mental dapat mengganggu suasana hati, kemampuan berpikir, dan kendali emosi, yang dapat mengarah pada perilaku yang merugikan (Kemenkes, 2024)

Salah satu dampak paling serius dari gangguan kesehatan mental adalah peningkatan resiko perilaku bunuh diri, menurut laman website National Library of Medicine menjelaskan bahwa sebagian besar terjadinya kasus bunuh diri disebabkan oleh gangguan kesehatan mental maupun gangguan jiwa. Setiap tahun lebih dari 700.000 orang melakukan aksi bunuh diri (WHO, 2023). Salah satu kasus percobaan bunuh diri yang diakibatkan kesehatan mental di indonesia yaitu kasus percobaan bunuh diri berinisial IN. Menurut laman website LIPUTAN 6, menjelaskan bahwa IN menghadapi berbagai masalah pribadi yang berat, termasuk stres akibat tuntutan akademik, tekanan dari lingkungan sosial, dan masalah keluarga yang rumit. Semua faktor ini berkontribusi pada memburuknya kondisi mentalnya, yang akhirnya mendorongnya untuk mencoba mengakhiri hidupnya.

Saat ini berbagai layanan bantuan psikologis telah banyak beredar, baik pelayanan secara langsung maupun menggunakan perangkat jarak jauh. Beragam akses kesehatan mental yang memiliki beragam target penanganan permasalahan spesifik dan tarif jasa menyediakan opsi bagi masyarakat untuk dapat menjangkau layanan bantuan yang tersedia. Upaya peningkatan kesehatan mental juga harus didukung oleh kemauan masyarakat untuk dapat berubah ke arah yang lebih positif. Hubungan saling timbal balik yang positif antara klien dan tenaga kesehatan mampu menciptakan ketahanan mental yang baik dan bertahan dalam waktu yang panjang.

            Kualitas penawaran layanan kesehatan mental yang besar tidak serta merta menjadi solusi bagi setiap permasalahan yang dialami seluruh individu. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa masing-masing individu memiliki latar belakang masalah yang berbeda seperti mengalami kecemasan untuk berinteraksi dengan orang lain, pengalaman traumatik, fobia terhadap orang, dan berbagai motif lainnya yang menghambat keberhasilan intervensi (Hatta, 2016). Menurut Alison Darcy, seorang peneliti psikologi dan teknologi berkebangsaan Amerika, berpendapat bahwa estimasi proses registrasi dan waktu tunggu yang memakan waktu juga turut menjadi salah satu kelemahan penanganan yang dilakukan. Kendala teknis seperti ini tidak jarang menjadi hambatan bagi seseorang untuk mendapatkan bantuan secara cepat dan tepat mengingat kondisi kegawatdaruratan mental masyarakat yang dapat terjadi tanpa mengenal waktu dan tempat.

        Menjawab tantangan dan permintaan yang semakin tinggi, para pakar melakukan pengembangan solusi alternatif yang dapat memberikan bantuan secara instan di saat-saat krusial. Penggunaan teknologi termutakhir dimanfaatkan untuk dapat memformulasikan sebuah media untuk mengatasi permasalahan yakni kualitas pelayanan kesehatan mental. Ahli psikologi, ahli kesehatan, dan insinyur berkolaborasi untuk mengembangkan teknologi berbasis kecerdasan buatan (artificial intelligence) yang berperan sebagai garda pratama dalam upaya meredakan gejala stres. Media yang digunakan dikenal dengan "chatbot" yaitu sebuah aplikasi kecerdasan buatan balas pesan yang menyediakan informasi untuk menanggulangi berbagai keluhan klien. Sebuah studi menyatakan bahwa berkomunikasi dengan chatbot selama 25 menit mampu meningkatkan mood penggunanya (Dosovitsky et al 2019).

         Salah satu platform yang menyediakan fitur chatbot adalah "Woebot", suatu aplikasi pada telepon pintar yang memungkinkan seseorang untuk memperoleh terapi perilaku kognitif melalui media kecerdasan buatan yang efisien dan fleksibel. Platform ini berasal dari Amerika Serikat dan didirikan pada tahun 2017. Woebot telah melewati tahun demi tahun dengan terus melakukan evaluasi dan inovasi untuk meningkatkan kualitas layanan yang sesuai harapan perusahaan dan para pengguna. Konten yang dimiliki platform Woebot terbilang variatif. Tidak hanya memberikan bantuan intervensi terapi perilaku kognitif, akan tetapi bentuk perlakuan lainnya seperti psikoterapi interpersonal dan terapi perilaku dialek. Konten lainnya yang dapat membantu para pengguna dihadirkan guna membantu dalam proses menyalurkan dan mengenali gejala stres. Melalui interaksi dengan Woebot, pengguna dapat menelusuri rekam emosi yang dirasakan pada suatu waktu, menulis jurnal, mempelajari teknik mengelola emosi serta melatih kesadaran penuh (mindfulness) (Durden et al 2023). Beberapa Fitur Utama Woebot meliputi:

Efektivitas Woebot dalam menangani permasalahan kesehatan mental dan meredakan stres telah banyak dibuktikan dalam sejumlah penelitian integratif ilmu kognitif. Penelitian menunjukkan bahwa Woebot, sebagai agen percakapan otomatis, dapat memberikan terapi perilaku kognitif kepada individu dengan gejala depresi dan kecemasan. Selama pandemi COVID-19, penggunaan Woebot meningkat, dan responden melaporkan bahwa 75,6% mengalami perbaikan dalam setidaknya satu aspek kesehatan mental mereka. Ini menunjukkan potensi Woebot dalam memberikan dukungan mental yang diperlukan di saat-saat krisis (Hisan, U. K., & Amri, M. M., 2022)

Sebuah kajian sistematis tentang aplikasi berbasis mindfulness menunjukkan bahwa intervensi melalui layanan konseling berbasis AI dapat secara signifikan mengurangi stres dan meningkatkan kesejahteraan pengguna. Penelitian ini mencakup penggunaan aplikasi yang serupa dengan Woebot, di mana meditasi terpandu melalui smartphone terbukti efektif dalam mengurangi stres dan meningkatkan kualitas hidup (Saripah, E., & Handiyani, H., 2019).

Meskipun ada bukti awal yang mendukung efektivitas Woebot dan aplikasi serupa, beberapa studi menyatakan perlunya evaluasi lebih lanjut untuk memahami sepenuhnya dampak jangka panjang dan efektivitas spesifik dari aplikasi ini dalam konteks budaya yang berbeda, termasuk di Indonesia. Penelitian lebih lanjut diharapkan dapat memberikan data yang lebih komprehensif mengenai efektivitas aplikasi ini dalam mengatasi masalah kesehatan mental di berbagai populasi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline