Lihat ke Halaman Asli

Belajar dari Film The Last Samurai

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Film ini pertama kali saya tonton ketika masih mahasiswa. Saya lupa kapan pastinya. Film ini diproduksi oleh Warner Bros Entertainment Inc. pada tahun 2003, dengan bintang utama Ken Watanabe yang berperan sebagai kesatria samurai bernama Katsumoto dan Tom Cruise berperan sebagai Nathan Algren.

The Last Samurai, menceritakan sebuah epik perjuangan seorang samurai yang berusaha mempertahankan jiwa dan tradisi generasi samurai dari keinginan sang kaisar untuk menghapus peran dan eksistensi samurai dari Jepang.

Sementara itu Nathan Algren adalah seorang tentara yang memiliki track record dalam perjuangan melawan tentara Indian. Perjuangan yang kemudian selalu menghantuinya dan merasa bersalah atas pembantaian yang dilakukannya terhadap orang-orang Indian yang tak berdaya.

Di masa berikutnya setelah berhenti dari ketentaraan dan karena desakan untuk bertahan hidup, Nathan menerima tawaran sebagai tentara bayaran. Dia dikontrak oleh pemerintah Jepang untuk menghabisi para samurai.

Katsumoto dan para samurai hidup dan mendiami sebuah desa dengan kehidupan yang tenang. Kebijakan kaisar untuk menjadikan negara Jepang menjadi negara modern dan maju mencontoh negara Barat. KarenaKarena dianggap menghalangi keinginan Kaisar, mereka dicap sebagai pemberontak negara.

Dalam pertempuran perdana melawan pasukan samurai, Nathan tertangkap dengan beberapa luka di tubuhnya. Dia di’tawan’ di perkampungan samurai di atas bukit. Walaupun berstatus tawanan, namun dia tetap diperlakukan baik. Bahkan dirawat di rumah keluarga Hirotaro, samurai yang sempat dibunuhnya dalam pertempuran itu. Dia melewati masa penyembuhan yang pedih. Disinilah titik kepedihan Taka, istri Hirotaro, karena harus merawat orang yang membunuh suaminya.

Ada beberap potongan dialog yang menurut saya sangat menggugah.

Pertama:

Tentang kekuatan jiwa dalam mengendalikan diri. Antara keinginan pribadi dengan keinginan dan rencana pimpinannya.

Ketika Taka, istri sang samurai Hirohoto yang terbunuh, diperintahkan untuk taat dan menahan kepedihan hatinya untuk tetap merawat Nathan, orang yang membunuh suaminya.

”Kakak, usirlah dia. Aku sudah tak tahan.”

”Apa ia kurang ajar padamu?” Kata Katsumoto

”Rasa maluku tak tertahankan. Ijinkan aku bunuh diri.”

”Kau harus menuruti perintahku. Kau ingin aku membunuhnya untuk balas dendammu atas suamimu?”

Kedua:

Bentuk kecakapan seorang leader bagaimana membuat persiapan strategi dalam merencanakan sesuatu. Untuk mengahapi musuh, harus mengetahui kemampuan lawan.

Saat Katsumoto, pimpinan generasi samurai terakhir, dikritik oleh bawahannya.

”Tuanku, kenapa ia kau biarkan hidup? Ia sudah kalah dengan memalukan.”

”Mulai saat ini kita akan mempelajari musuh baru kita”

Sementara di bagian yang lebih awal, Nathan juga berkata ketika dia bertanya tentang literatur jepang yang ingin dibacanya.

”Aku tak peduli pada mereka. Aku ingin mengenal musuhku”.

Saat ini kita merindukan seorang pemimpin Indonesia yang punya visi dan kemampuan leadership yang mumpuni. Mengarahkan dan memberikan harapan dengan penuh optimis. Dengan keyakinan yang mantap seorang pemimpin kita sebagai masyarakat tentu akan berusaha menjadi 'bawahan' yang baik. Karena yakin akan keikhlasan pemimpin yang kita ikuti.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline