Kerap sekali kita dengan bahwa anak-anak mengalami usia di masa mereka bisa menulis, bisa membaca, bahkan bisa berkomunikasi. Kondisi masing-masing orang juga memiliki banyak perbedaan, ada yang sudah bisa menulis dahulu, ada yang bisa membaca dahulu, adapun yang tidak bisa keduanya namun ia sudah cakap dalam berkomunikasi.
Jika anak tidak bisa salah satunya, orang tua perlu mengenali gejala apa yang dialami anaknya dan bagaimana cara mengatasi anak yang tidak bisa membaca, apakah dengan cara membaca setiap hari atau dengan cara membaca secukupnya? Yuk, simak berikut ini
Anak yang mengalami kesulitan belajar terutama dalam hal membaca dapat kita sebut sebagai diskalkulia. Diskalkulia ini sendiri pada umunya diderita oleh seseoarang dengan gejala kesulitan mengeja kata, kesulitan untuk membaca, kesulitan berbicara , dan kesulitan dalam mencerna informasi dari seseorang.
Seseorang atau anak-anak yang menderita disleksia ini cenderung kurang mampu menganalisis secara keseluruhan kata-kata yang dikombinasikan dengan suara atau bunyi yang terbentuk dalam kata-kata. Jadi diseleksi ini merupakan salah satu gangguan belajar yang sangat mendasar atau yang sangat umum yaitu tidak bisa menerima informasi melalui membaca.
Disleksia juga bisa disebut dengan gangguan belajar yang secara dasar mengganggu proses belajar yang di mana seseorang mengalami kesulitan untuk mengeja kata yang pada dasarnya dipengaruhi oleh tingkat kecerdasan yang dimiliki oleh seseorang yang bersifat umum, namun hal ini juga dianggap sulit bagi penderita disleksia pada anak.
Gangguan disleksia atau kesulitan dalam membaca ini sangat mudah dikenali gejalanya seperti anak tidak mengenali sebuah simbol atau huruf yang dilihatnya. Konteks huruf di sini adalah kata-kata atau bentuk huruf tertentu yang memiliki bunyi tertentu, dalam dunia tersebut itu juga memiliki arti bahwa kata-kata tersebut akan terbaca atau memiliki hunian secara bersama-sama.
Gangguan kesulitan belajar tersebut menimbulkan gejala-gejala kesulitan-kesulitan seperti mengeja, ketidakmampuan dalam decoding yang dilaksanakan dalam pembelajaran membaca, dan yang paling sulit diatasi adalah gangguan dalam memaknai bahasa dan adanya minim kesadaran dari seseorang dalam hal kesadaran pecanderaan, meraba-raba bacaan, dan adanya sedikit intonasi yang kurang tepat (Endang, 2017).
Menurut (Endang, 2017) disleksia merupakan suatu gangguan membaca yang memiliki alternative istilah dalam hal menunjukkan pola kesulitan belajar yang memiliki karakteristik adanya masalah yang akurasi. Jadi, pada penderita disleksia ini akurasi kiri lebih besar dibandingkan pada penderita disleksia yang bahan otaknya tidak simetris. Artinya, penderita disleksia otak kanannya lebih besar daripada otak kanan yang dimiliki oleh manusia pada umumnya.
Bagian otak kiri manusia juga berkaitan dengan urutan dalam hal kecakapan berbahasa, memiliki cara berpikir yang matang. Namun, kondisi otak penderita disleksia ini ukuran sisi kirinya lebih kecil daripada otak manusia yang pada umumnya, jadi penderita disleksia ini berbeda dengan manusia pada umumnya yang dibedakan pada area bahasa yang membuat kemampuan seseorang penderita disleksia ini membuat atau menerima informasi yang berbeda atau lebih lambat.
Anak yang menderita disleksia ini menjadi evaluasi bagi orang tua atau guru di sekolah karena para orang tua dan guru di sekolah lebih siap untuk menangani anak-anak yang di mana ia menderita disleksia.
Disleksia ini cenderung lebih mudah dikenali gejalanya dan lebih mudah ditangani sejak anak-anak menderita disleksia. Penanganan yang baik untuk penderita disleksia ini dengan dilakukannya perawatan yang baik dan yang benar bagi penderita disleksia supaya nantinya anak tersebut tetap dapat belajar dan tumbuh baik seperti anak-anak lainnya di seusianya.