Selama beberapa dekade, ini telah menjadi salah satu kebenaran terbesar dari kebijakan luar negeri global yakni “kebangkitan China yang tidak terhindarkan”. Akan tetapi, pertaruhan di antara akademisi, politisi, dan diplomat terkonsentrasi pada berapa lama waktu yang dibutuhkan China untuk menyalip Amerika Serikat sebagai ekonomi terbesar dunia.
Sebuah studi baru oleh peneliti Lowly Institute Rolan Rajah dan Alyssa Leng meragukan kecepatan China dapat mencapai kehormatan yang meragukan untuk mengklaim mahkota dan mempertanyakan apakah itu akan menjadi yang paling kuat.
“China akan mengambil alih Amerika Serikat untuk menjadi ekonomi terbesar di dunia dalam nominal dolar AS sekitar tahun 2030,” penulis laporan menyimpulkan demikian. “Tapi itu tidak akan pernah menjadi pemimpin yang berarti dan akan tetap jauh lebih tidak makmur dan produktif per orang daripada Amerika, bahkan pada pertengahan abad.”
Sebagian besar penelitian menyimpulkan bahwa China akan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi tahunan sekitar 5% hingga tahun 2050. Jika ya, itu akan menjadi ekonomi terbesar di dunia sejauh 1 mil negara, dengan kapasitas untuk menjadi bloknya sendiri. Proyeksi semacam itulah yang telah menciptakan ketakutan dan kecemasan di antar banyak negara Barat, tentang cara terbaik untuk menghadapi kekuatan ekonomi global sebesar itu yang tidak mematuhi norma-norma demokrasi.
Studi baru melukiskan gambaran masa depan yang sangat berbeda. Bukannya pertumbuhan 5%, itu memperkirakan pertumbuhan sekitar 2% sampai 3% per tahun, yang memiliki konsekuensi yang signifikan untuk keseimbangan kekuatan global dan dampak besar pada politik internal China.
“Dengan pertumbuhan yang lebih lambat, kemajuan China dalam mengejar standar hidup rata-rata negara kaya dan tingkat produktivitas akan tetap secara signifikan tidak lengkap, bahkan pada pertengahan abad,” kata studi tersebut.
“Di satu sisi, rata-rata orang di China akan menjadi 2 hingga 3 lebih kaya pada tahun 2050 dibandngkan dengan saat ini dan 2,5 hingga 3,5 kali lebih produktif. Meskipun demikian, China masih akan jauh lebih miskin dan kurang produktif dari pada Amerika Serikat, berdasarkan ekspektasi saat ini pertumbuhan AS di masa depan rata-rata sekitar 1,6 persen per tahun.”
Pada tahun 2050, para penulis menghitung rata-rata orang di China hanya 40% lebih kaya dari rata-rata orang Amerika setengahnya lebih produktif. Dari ekonomi yang sebagian besar dijalankan oleh negara, memungkinkan individu untuk memiliki dan mengoperasikan bisnis mereka sendiri membuat pertumbuhan melonjak.
Modal global mengalir masuk, menyediakan investasi murah dan lapangan kerja. Tetapi keuntungan mudah itu tidak lagi tersedia. Keretakan yang sedang berlangsung dalam hubungan antara Barat dan Beijing yang melihat ke dalam, diperepat oleh invansi Rusia ke Ukraina, kemungkinan akan terus mengalami perlambatan dan mungkin penarikan investasi asing.
Dalam beberapa tahun terakhir, telah menghadapi serangkaian krisis yang dipicu oleh meningkatnya utang yang telah melihat peningkatan tajam dalam default dalam bisnis milk swasta dan pemerintah, yang terakhir terkonsentrasi di sektor properti dan perusahaan seperti Evergrande.
Mengesampingkan produktivitas yang buruk, utangg dan investasi berlebih dalam infrastruktur, laporan Lowly Institute menyebutkan masalah lain sebagai hambatan keseluruhan terbesar bagi masa depan China. Populasinya yang menua dan warisan kebijakan satu anak masa lalu yang kejam.