Lihat ke Halaman Asli

"Saya Sih Tidak Tertarik Untuk Menikah Muda"

Diperbarui: 18 Juni 2015   00:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Undangan lagi. Undangan lagi. Tak ada henti-hentinya undangan pernikahan mengalir semenjak saya berusia 22 tahun, setidaknya sebulan minimal satu undangan. Walaupun saya sedang menimba ilmu di luar negeri pun, terkadang masih ada undangan pernikahan yang saya dapatkan. Usia teman-teman saya yang menikah pun terbilang muda, ada yang masih 19 tahun, ada pula yang sudah berusia 24 tahun. Kadang saya mempertanyakan, "buat apa sih menikah muda?"

"Yah, daripada bikin dosa, mending cepet nikah deh."

"Daripada pacaran lama-lama, nanti putus, mending nikah."

"Kami sudah siap, buat apa lagi pacaran."

Dan berbagai alasan lainnya pun diutarakan. Sebagian besar teman-teman saya pun bertanya kepada saya "kapan punya pacar?" "kapan menikah?" dan sebagainya. Jawaban saya hanya "saya belum punya pacar dan saya tidak tertarik untuk menikah muda". Kenapa?

Satu, keuangan yang belum siap. Saat ini biaya hidup sudah semakin meningkat. Dengan biaya hidup yang tinggi dan pasangan yang belum mapan, apakah setelah menikah akan menjadi lebih bahagia? Keuangan mungkin akan bermasalah. Biaya pernikahan sekarang tidaklah sedikit. Minimal menghabiskan uang 50 juta rupiah untuk pernikahan yang sangat sederhana. Belum lagi cicilan rumah. Belum lagi biaya melahirkan anak, dan sebagainya. Umur saya belum siap untuk mengelola biaya yang besar seperti itu. Apalagi bila calon suami menyuruh saya untuk tidak bekerja dan menjadi ibu rumah tangga. Tidak terbayang betapa sulitnya mengelola keuangan rumah tangga. Saya dan anak saya tidak mungkin hidup dengan makan cinta saja 'kan?  Mungkin hal ini bisa teratasi bila memiliki pasangan yang berbeda usia jauh dan sudah mapan.  Namun saya memiliki poin lain.

Kedua, kebebasan. Setelah menikah, tentu saja tanggung jawab bertambah. Saya harus mengurus suami dan rumah. Walaupun saya sudah beberapa tahun hidup sendiri dan terbiasa mengurus diri sendiri karena kuliah dan bekerja, saya masih belum siap membagi tanggung untuk suami dan rumah. Umur 20an awal adalah saat saya menimba ilmu, meniti karir, dan 'have fun' dengan sahabat. "Itu kan juga bisa dilakukan setelah menikah". Ya, ada yang berbicara seperti itu, tetapi hal-hal tersebut tentunya akan berbeda apabila dilakukan pada saat belum menikah dan sesudah menikah. Setelah menikah, tentunya kita harus membagi waktu untuk suami dan anak juga, tidak hanya waktu untuk diri sendiri saja.

Atas dasar kedua hal itulah saya memutuskan untuk tidak mau menikah muda walaupun keluarga dan sahabat sudah menyuruh saya untuk segera menikah setelah menyelesaikan pendidikan magister saya. Buat saya, menikah muda itu bukanlah sebuah keharusan. Saya ingin mempersiapkan diri saya dahulu agar saya siap menjadi istri yang bertanggung jawab dan ibu yang cerdas bagi anak saya di masa depan. Lebih baik saya mempersiapkan diri lagi selama 4-5 tahun ke depan sebelum menerima tanggung jawab yang besar sebagai seorang istri dan ibu. Pemikiran seperti inilah yang bisa membuat saya menjawab pertanyaan-pertanyaan yang biasa ditanyakan orang tua dan sahabat pada saat menghadiri pernikahan.

"Saya sih tidak tertarik untuk menikah muda."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline