Lihat ke Halaman Asli

Maria Margan

Sekedar belajar menulis.

Diary Incovid Part-4 (UGD Day-2)

Diperbarui: 9 Desember 2020   15:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

gambar ilustrasi tim medis diambil dari : https://tpc.googlesyndication.com/

Akhirnya demi berusaha yang terbaik untuk kesembuhan mama kami pun setuju dan menandatangani persetujuan tersebut.

Malam itu saya dan papa memutuskan pulang setelah melihat kondisi mama tidur nyenyak. Karena memang sebenarnya pasien di UGD In Covid tidak boleh ditunggu atau ditengok. Hanya jika pasien membutuhkan bantuan untuk makan, minum atau buang air saja keluarga dipanggil untuk membantu. Karena perawat di UGD tersebut tidak bertugas untuk merawat kebutuhan pribadi pasien. Mereka hanya melayani perawatan medis saja.

Saya pun tiba di rumah dengan rasa lelah fisik dan mental. Dan saya merasa suhu tubuh saya juga meningkat. Akhirnya setelah membersihkan diri dan minum obat barulah saya berusaha untuk bisa tidur. Untuk pertama kalinya saya merasakan demam sejak merawat mama saya. Saya pikir mungkin saya kelelahan.

UGD InCovid Day – 2

Kamis, 3 Desember 2020. Hari ini mama dijadwalkan Tes PCR atau Tes Swab. Untuk mengetahui apakah infeksi yang dialami mama karena virus Covid-19 atau bukan.

Sementara itu kondisi mama sudah mulai stabil. Mulai sadar, karena hari sebelumnya seharian hanya tidur saja.  Mama juga mulai merasa lapar dan ada nafsu makan. Bubur dari RS pun habis dinikmati beliau. Saya merasa cukup lega. Berharap kekuatan mama segera pulih.

Mama juga tetap mendapat terapi infus Dextrose dan Sodium Chloride, kata dokter untuk terapi dehidrasi dan supaya gula darahnya stabil. Mama memang penderita DM dan memakai insulin sudah 10 tahun sejak operasi kanker payudara. Dan sejak masuk UGD gula darah mama cenderung turun. Selain itu mama juga mendapat terapi injeksi antibiotik dan multivitamin.

Tepat jam 11 siang mama diambil sample PCR nya untuk dites. Kami berharap hasilnya negatif. Sambil menunggu hasilnya keluar, kami tetap menunggu mama di ruang tunggu yang disediakan RSSA.

Ruang Tunggu Keluarga Pasien

Di ruang tunggu tersebut ada banyak keluarga pasien yang lainnya. Yang juga masih menunggu hasil observasi keluarga mereka. Dan ada juga yang sudah menginap 1 minggu disitu menunggu keluarganya yang sudah dirawat di ruang isolasi.

Ada banyak kisah yang mereka ceritakan. Mulai dari pasien di ruang isolasi yang kurang diperhatikan kondisinya. Terutama pasien yang dalam keadaan belum bisa mandiri. Sehingga kondisi mereka tidak membaik tapi justru memburuk, karena keadaan psikologis mereka yang tidak nyaman di dalam ruang isolasi.

Mendengar cerita mereka, saya jadi khawatir dan memberanikan diri konsul dengan dokter Reizal yang menangani mama. Dan bisa ditebak... sudah pasti dokter Reizal tidak membenarkan pendapat tersebut. Karena bagaimana pun mereka bekerja untuk rumah sakit tersebut.

Tapi kemudian saya berpikir untuk membuang jauh-jauh prasangka buruk tersebut. Dan tidak terlalu mendengarkan cerita-cerita yang berkembang di antara keluarga di ruang tunggu tersebut.

Sampai malam kami tunggu hasil tes Swab belum ada. Jadi kami putuskan untuk pulang ke rumah seperti biasa. Setelah selesai merawat mama. Menyuapi, mengganti popoknya dan mengajak beliau berdoa. Saya pun pamit pulang. Dan keadaan saya kembali demam seperti hari sebelumnya.

Tiba di rumah saya segera mandi, beristirahat dan minum obat. Bagaimana pun juga saya tidak boleh sakit. Setiap hari saya juga tetap konsumsi multivitamin agar tetap sehat. Dan berusaha makan teratur. Meskipun saat itu nafsu makan saya mulai turun karena tenggorokan saya mulai sakit.


Bersambung....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline