Lihat ke Halaman Asli

War is The Beginning of Life

Diperbarui: 21 November 2021   18:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kode etik pertempuran

Hujan merintih dengan suara petir yang bergemuruh, gelap mencekam bagaikan suasana di ruang hampa tanpa ada gravitasi, suara mortir bak meteor yang berjatuhan di mana mana, satu persatu tumbang menyerupai daun yang dihempaskan hingga mengeluarkan haema (darah). Bedil di segala arah penjuru yang tak dapat di elakan.

Siapa dia ? perwira muda kapten Tjotko Wira Adi yang gagah berani menerobos butiran peluru yang diluncurkan hanya demi menyelamatkan diriku yang bak sampah di medan pertempuran ini. Kapten tjotko memerintah Letnan Dua Clips xavender yang merupakan keturunan blasteran kincir angin itu untuk membawa mundur peletonnya dari garda terdepan untuk menuju bukit Malv di distrik Ciburuy.

''Kau bagaikan tikus yang begitu hina Tjotko, kau tak layak menyandang Label Kapten. Dirimu bak pengecut yang terbecir tunggang langgang" teriak seorang dari arah penjuru lorong keresidenan.

                Kapten tjotko kemudian melirik ke arah lorong untuk memberikan hormat. Namun, kepalang marah seperti dirasuki kesetanan, keresidenan itu menampar menarik lencana membuang baret menendang kapten Tjotko bagaikan pemain MMA yang sedang berada di posisi dominan hingga membuat kapten tjotko terjatuh.

                Kapten tjotko lalu berdiri tegak tak melawan. Ia pasrah seperti menunggu ajal yang datang. Tetapi, aku yang saat itu menyaksikan kapten tjotko disiksa seperti itu, aku segera berlari menerjang residen itu hingga membuat nya tersentak kaget ketar ketir. Kapten tjotko memarahi ku karena ia melarang siapapun untuk melawan atasan.

                "Hei jong volwassene tangkap tikus dan anaknya  itu adili mereka dengan pengadilan militer"

                Aku dan Kapten tjotko satu sel tahanan militer. Kami menunggu untuk persidangan militer yang akan dilansungkan dalam waktu 1 minggu. aku melihat kapten tjotko yang begitu religius dan kutu buku di bidang strategi militer dan politik. Ia mengajariku banyak hal dari mulai sikap, sifat dan bidang akademis.

                Aku saat itu menyandang pangkat Sersan satu korps infantri, walaupun pangkatku lebih rendah dari Kapten tjotko. Namun, ia tetap menunjukan sifat rendah hati dan seperti anak sulung yang mengasihi dan menyayangi adik bungsunya.

                Seminggu kemudian kami di bawa ke persidangan. Kami di serang habis habisan oleh pihak opsisi. Pihak pro kami tidak kalah saing , mereka membela kami dengan segenap kemampuan sehingga bisa membuat aku dan kapten tjotko di bebaskan tanpa syarat oleh sang hakim dan diberikan wewenang kembali sebagai tentara.

Ku pilih jalan Satu lambung

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline