Politik Indonesia sedang mengalami masa-masa prahara. Mungkin adalah yang terburuk selama 10 tahun terakhir. Walaupun sejauh ini kekuasaan SBY secara formal tampaknya tidak akan terganggu. Namun gosip yang beredar tampaknya akan benar-benar menjatuhkan "nilai jual" SBY dan Partai Demokrat bila pemilu diadakan hari ini. Banyak sekali issue-issue yang berputar-putar dan seluruhnya didasarkan pada prasangka.
Watak politik yang memang sebagian besar beredar dalam lintasan "issue" seringkali memang memanfaatkan setiap gosip yang beredar. Jarang sekali politikus memanfaatkan data yang sudah valid untuk memperkuat argumennya. Bahkan bukan hanya politik, para "pengamat" politik pun sering kali melontarkan dugaan-dugaan yang membuat masyarakat menduga-duga dan mengalihkan opini masyarakat.
Di tengah-tengah kesimpangsiuran issue itu sendiri, apakah sebenarnya ada pergeseran konstelasi politik saat ini. Jawabnya: sampai saat ini tidak! Setelah kasus Century dan kasus mafia-hukum ex Gayus tampaknya konstelasi belum berubah. PDIP-Hanura-Gerindra di satu sisi dan sisanya di sisi Demokrat. Walaupun tampaknya Golkar dan PKS sibuk bermain issue namun keduanya tidak memiliki cukup keberanian untuk menyebrang. Kasus gagalnya angket Mafia Hukum dibandingkan suksesnya angket Century telah menunjukkan bahwa Demokrat memainkan lobby-nya dengan lebih baik. Bahkan satu anasir: Gerindra telah berhasil digeser ke tengah, kalau tidak bisa dibilang bergabugn dengan Kubu Demokrat.
Golkar dan PKS, terlebih PKB, PAN, PPP sudah terlalu nyaman untuk ber-oposisi. Semua issue yang dimainkan baik isu Century, Mafia Hukum ataupun issue teranyar: Nazaruddin lebih untuk investasi politik menjelang pemilu 2014 ketimbang mengubah pemerintahan saat ini. Mengingat SBY sudah tidak bisa menjabat lagi, sedangkan Demokrat relatif tidak memiliki pengganti yang cukup handal. Karena itu untuk menghemat biaya, bahkan tidak ada kegiatan besar-besaran di lapangan. Semua berputar hanya di media. Sepertinya mereka telah belajar dari mobilisasi besar-besaran pada issue buruh yang selalu bisa dimentahkan.
Sebaliknya di sisi oposisi, bisa dibilang tidak ada oposisi murni. Seluruhnya dapat dibilang karena sentimen dan rivalitas pribadi. Megawati (PDIP) sangat resisten pada SBY karena pengalaman pencalonan presiden tahun 2004. Beliau merasa dikhianati oleh SBY. Wiranto (Hanura) juga memiliki rivalitas antar-jenderal. Sedangkan Prabowo memiliki rivalitas yang tidak sepadan dengan Wiranto, karena sudah berbeda generasi sehingga satu-satunya yang bisa digeser-geser. Karena tidak ada alasan yang cukup mendasar untuk beroposisi maka oposisi yang terjadi hanya berfokus pada tokoh-tokoh tersebut, dan tidak menyeluruh dalam satu partai. Lihatlah TK yang "mbalelo" berasyik-masyuk dengan kubu SBY.
Dapat disimpulkan bahwa issue-issue yang berkembang, bahkan sebagian dengan kata-kata kesar saat ini tidak akan mengakibatkan perubahan apa-apa pada konstelasi politik. Konstelasi yang ada akan terus berjalan samapai pemilu 2014. Pemilu itulah yang kemudian akan menentukan, apakah Demokrat pasca SBY dapat terus bertahan, atau harus lengser seperti PDIP dan Golkar, dan siapa penggantinya. Semua partai sedang sibuk berinvestasi lewat issue. :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H