Lihat ke Halaman Asli

Hijab

Diperbarui: 25 Juni 2015   05:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Gambar: http://bintangarini.blogspot.com/2011/01/akhwat-yang-sejati.html

Aku duduk dan meneguk kopiku. Rasanya yang pahit dan panasnya terasa di lidahku. Sejenak kulihat ke arah sekitar yang ramai dengan orang-orang. Kantin kampus memang selalu ramai apalagi di waktu makan siang.

“Sekarang ini banyak yang memakai jilbab, ya” pikirku dalam hati sambil melihat para perempuan yang memakai jilbab di kantin. Terlihat perempuan-perempuan dengan berbagai model dan jenis jilbab ada yang sedang menyantap makanannya ataupun hilir mudik mencari meja. Sejenak aku teringat dengan sebuah buku berjudul “Revolusi Jilbab” yang pernah kubaca dulu. Buku itu berkisah tentang perjuangan para perempuan yang ingin memakai jilbab di era orde baru. Dikisahkan bagaimana murid SMU yang ingin memakai jilbab harus berjuang keras dibawah ancaman drop out dari sekolah atau terpaksa pindah ke SMU Muhammadiyah karena di sana diperbolehkan memakai jilbab. Jilbab, pakaian yang menjadi simbol. Bagi sebagian pihak jilbab adalah fashion, bagi yang lain ia adalah simbol agama, perjuangan, maupun kesucian.

Kuperhatikan lagi para perempuan berjilbab di sekelilingku dan aku berpikir sungguh beruntungnya mereka karena saat ini begitu mudah untuk mereka memakai jilbab. Mungkin ada juga sebagian yang masih harus berjuang, tapi tidak sesusah dahulu. Meskipun begitu, sekarang ini rasanya makna jilbab sebagai simbol perjuangan dan kesucian makin memudar. Kulihat banyak dari mereka yang memadukan jilbab mereka dengan jeans model skinny, leggings, kaos yang ketat, dan sebagainya yang justru menonjolkan lekuk tubuh. Aku ingat ada kartunis yang acap kali menggambar untuk salah satu koran pernah menggambar ilustrasi wanita berjilbab seperti ini. Mungkin mereka memakai model jilbab seperti itu karena ingin terlihat menarik? Yah, bukankah semua perempuan ingin terlihat menarik? Aku ingat pernah bertanya kepada temanku tentang memakai baju yang ketat meskipun sudah berjilbab (berkerudung lebih tepatnya mungkin karena jilbab mengacu ke seluruh tubuh sebenarnya) dan dia berkata kalau tidak masalah karena sudah menutup kulitnya. Rasanya kalau seperti itu bukannya masih menggoda kaum laki-laki? Akupun teringat kisah temanku yang lain ketika dia digoda abang-abang karena pakaiannya dianggap seksi meskipun sudah berkerudung.

“Kenapa juga aku peduli dengan hal ini?”, pikirku sambil menegak kopiku lagi. Kalau kukatakan pada para perempuan berjilbab bahwa kebanyakan dari mereka bajunya tidak sesuai aturan yang disyariatkan (aturan hukum islam) paling mereka akan bilang kalau aku hanya genit, sok tau, sok suci, mencoba mendominasi sebagai laki-laki dan sebagainya. Genit, ya bisa saja karena aku juga (mungkin) seharusnya tidak memperhatikan. Lelaki seharusnya menahan pandangannya dari lawan jenisnya, bukankah itu yang diajarkan di dalam Al-Qur’an?. Aku teringat dalam sebuah berita tentang aksi menentang kasus-kasus pemerkosaan di ibukota terdapat foto perempuan yang memegang papan“Ajarkan mereka (laki-laki) untuk tidak memperkosa kami, bukan ajarkan kami bagaimana harus berpakaian”.Apakah kemudian dalam masalah pakaian laki-laki tidak berhak menkritisi perempuan? Apakah renunganku ini salah? Mungkin karena pada dasarnya laki-laki tertarik dengan perempuan sehingga aku peduli. Mungkin renungan ini sebuah bentuk manifestasi dari naluri dasarku sebagai laki-laki.

Kuteguk kopiku dan kutaruh gelas yang sekarang berisi ampas. Aku bayar kopiku dan pergi berjalan meninggalkan kantin.

Mardhana Ksatrya

29 April 2012




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline