Himbauan Puan Maharani yang mengharap Sumatera Barat menjadi pendukung negara Pancasila menjadi kontroversi. Himbauan tersebut ada yang menilai sebagai baper politik karena eksistensi PDIP di Sumatera Barat lemah sekali.
Tidak satu kursi DPR RI di isi oleh PDIP dari Provinsi ini. Jokowi yang diusung PDIP dalam Pilpres 2019 juga tidak mendapat suara signifikan. Perolehan suara untuk Jokowi di Sumatera Barat hanya sekitar 14 %.
Harapan Puan agar Sumatera Barat menjadi pendukung negara Pancasila membuat banyak pihak yang terusik dan panas hati.
Ada yang menceracau bahwa salah besar bila mengira Sumatera Barat belum Pancasilais. Himbauan ini politik identitas, celetuk mereka yang panas hati. Ada pula yang mengatakan bahwa Puan pemimpin tidak dewasa yang lupa sejarah. Founding father yang merumuskan negara Pancasila ini, banyak berasal dari Sumatera Barat, seperti Bung Hatta, M. Yamin, St. Sjahrir dan lainnya.
Himbauan Puan tersebut dapat dilihat sebagai sebuah teks dan dapat ditafsirkan berbeda-beda. Kita hidup dalam dunia yang penuh tafsir, apalagi dalam kehidupan politik.
Memahami makna teks dengan ketangkasan hermeneutika akan mempengaruhi cara pandang terhadap teks itu. Literalisme atau cara baca atas teks berdasarkan makna harfiah akan berbeda bila teks dibaca dengan ketangkasan hermeneutika.
Dengan ketangkasan hermeneutika dapat dikorek makna yang lebih dalam, bahwa himbauan Puan Maharani yang mengharap Sumatera Barat menjadi pendukung negara Pancasila sebuah himbauan yang berani, sehingga kita dapat bertanya apa yang salah dengan himbauan itu.
Bagi saya Puan Maharani bak Sabai Nan Haluih, perempuan pemberani dalam Legenda Minangkabau. Legenda ini telah terlupakan. Pada kesempatan ini izinkan saya mengangkatnya kembali.
Sabai Nan Haluih, adalah cerita rakyat di Minangkabau yang disebut kaba. Kaba adalah genre sastra tradisional Minangkabau berupa prosa. Kaba atau cerita disampaikan secara lisan, biasanya didendangkan oleh tukang kaba. Isinya gambaran kehidupan masyarakat masa lalu dan mengandung pesan-pesan moral.
Membaca ulang berbagai kaba Minang sesuai kontek zaman sekarang maka terlihat berbagai tradisi dan pemahaman adat yang diajarkan, tidak sesuai dengan perkembangan masyarakat. Ada ketentuan-ketentuan tradisi dan ajaran yang menjajah akal sehat.