Lihat ke Halaman Asli

Mardety Mardinsyah

Pendidik yang tak pernah berhenti menunaikan tugas untuk mendidik bangsa

Dunia Digital Memberikan Kemudahan, tapi Bisa Membuat Gap Antara Anak dan Orangtua

Diperbarui: 12 September 2019   15:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: nischint.com

Sikap dinginnya ketika kusapa membuat hati ini tercekat. Gita remaja puteri 16 tahun, putri sulungku, tiba-tiba menjadi pemarah dan baperan. Mukanya yang biasanya manis tampak asam. 

Dia mengurung diri dalam kamarnya. Bila dipanggil dia keluar kamarnya dengan langkah-langkah kasar. lni menjadi kepikiran bagiku, lalu kudiskusikan dengan suami. Perbincangan kami itu kususun, lahirlah tulisan ini. Moga ada manfaatnya bagi pembaca.

Pada zaman ini remaja berada di didunia rawan. Usia remaja usia rentan dengan permasalahan. Di usia remaja anak mencari jati diri. Dalam usaha menjadi jati diri mereka sering stress. Stres dirumah berlanjut ke sekolah, dan stress dari sekolah dibawa ke rumah. Orang tua harus mampu meredakan krisis yang dialami anak. 

Orang tua harus menjadi pendengar yang baik dan memberi anak lebih banyak kewenangan untuk membuat keputusan. Remaja masih sangat labil dan masih butuh dukungan atau motivasi dari orangtua bahkan orang-orang terdekat dalam memutuskan segala permasalahannya. Remaja belum memiliki sensor dan detektor sehingga harus dibimbing.

Gaya pengasuhan orangtua berbeda-beda. Ada yang demokratis, otoriter, permisif dan situasional . Banyak orangtua meniru pola asuh yang diterapkan orangtua mereka dulu. Padahal, pola asuh dulu belum tentu cocok diterapkan di masa kini. Pola asuh dulu terkenal dengan reward and punishment. Sekarang digunakan pola asuh tanpa hukuman.

Para ahli mengemukana dua pola asuh anak. Pertama, pola asuh negative , menakut-nakuti, memarahi, mengancam, atau membandingkan anak satu dengan yang lain. Kedua, pola asuh positif, Pola asuh 4 B , Belai, Bicara, Bermain, dan Berpikir. Dengan pola asuh positif, anak akan membentuk karakter positif di masa depan. Remaja adalah titik awal kehidupan untuk meraih masa depan yang cerah.

Dunia digital tak hanya memberi kemudahan, tapi bisa membuat gap antara orangtua dan anak, bahkan berakhir dengan anak yang membangkang pada orang tuanya. Ketika intensif berbincang di dunia maya, remaja mulai menjaga jarak, terutama terkait privasi aktifitas sehari-hari yang mereka anggap penting, namun justru berdampak besar bagi masa depannya. 

Disini perlu pengawasan agar remaja terhindar dari perilaku menyimpang. Kemudahan akses dunia maya memberi peluang besar bagi para remaja untuk melakukan hal negatif. 

Saat ini sangat mudah bagi remaja untuk mengakses konten dewasa yang seharusnya bukan konsumsi mereka. Bahkan tanpa harus dicari, tawaran konten-konten dewasa sudah banyak bertebaran. Maka itu, remaja harus diawasi dalam penggunaan HP, tablet dan lainnya, termasuk mengecek penggunaan media sosial, terutama terkait konten yang mereka tonton dan komunikasi dengan orang lain di internet.

Orangtua dianjurkan untuk menjalin komunikasi dengan anak. Komunikasi dapat dilakukan dengan banyak cara, salah satunya dengan membacakan buku untuk anak dan menanyakan pendapatnya mengenai isi buku itu. Dalam berkomunikasi, penting gaya bahasa positif, agar anak sehat secara fisik dan emosional. Orangtua harus bisa berkomunikasi yang baik dengan anak. Orang tua perlu menyediakan waktu untuk berkomunikasi ketika anak siap berbincang dan berbicara.

Untuk mendisiplinkan anak, perlu ada kesepakatan dalam melaksanakan kedisiplinan itu. Disiplin yang perlu diterapkan antara lain, mengecek handphone anak, membatasi waktu penggunaan HP, mencegah anak mabuk gadget, memantau kegiatan anak, memiliki nomor handphone teman-temannya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline