Permasalahan walikota Surabaya Risma dan Ahok terus memanas, kedua jagoan ini diadu bak ayam jantan melalui media, baik media cetak dan elektronik serta media sosial. Berawal dari ucapan Ahok yang secara semantik biasa-biasa saja, tetapi diolah di sosial media menjadi sesuatu yang luar biasa, membuat Risma terkesima. Ejek mengejek dan sindir menyindir terjadi. seperti kata Risma di media elektronik, Ahok mau mengunakan jalur independent berarti mengejar jabatan. Risma mengkritik, kebijakan Ahok tentang cara penggusuran Kalijodo.
Fenomena ini membuat kita bingung. Kita menyadari bahwa bangsa ini beragam suku ras, agama dan tradisi yang tentu menghasilkan perbedaan-perbedaan dalam tingkah laku. Sejak tahun 1928 kita telah sepakat bersatu, tentu dengan syarat menerima berbagai perbedaan. Tapi hingga hari ini kita belum bisa menghargai perbedaan pendapat. Ini contoh anyar yang dipertunjukkan oleh kedua pemimpin kita yang dikagumi masyarakat, Ahok dan Risma.
Ahok dengan gaya yang telah dikenal sebagai kekuasaan marah-marah diikuti pula oleh Risma yang marah-marah. Hal ini dinilai sementara pihak sebagai pemimpin yang diperdaya oleh emosi. Logika politik dipandang tidak bekerja. Bila logika bicara, akan terlihat benang merah persoalan, tetapi bila emosi mengendalilkan, maka rasa marah, jijik dan perasaan negatif lainnya akan bekerja secara intensif. Dengan dasar logika, etika dan moral akan digunakan secara lurus dan benar.
Pada zaman digital ini, media sosial bisa mengadu domba pemimpin, bukannya menggagas agar pemimpin meninggalkan etika klasik, utilitarisme (asal memberi manfaat) dan etika deontologi ( asal mengikuti aturan), padahal banyak aturan yg sudah tidak populer. Yang digagas hendaknya etika kepemimpinan yang penuh kepeduliaan dan etika cinta, saling menghormati perbedaan, sehingga rakyat yang dipimpin menjadi damai.,
Dalam kekinian, dimana kemajuan zaman telah merubah paradigma berpikir dari banyak hal yang dilarang menjadi, apa saja boleh asal bisa mempertanggung jawabkan. Gaya kepemimpinan marah marah merupakan bentuk baru yang timbul dari kefrustrasian pemimpin menghadapi manusia generasi Z yang merupakan generasi digital, yaitu kurang kontakanatar sesama secara fisik, komunikasi lebih banyak melalui digital, tidak mudah diatur sulit mempercayai dan dipercaya dan berlomba mencari identitas diri.
Ahok pada dasarnya merupakan pemimpin yang karakternya dibentuk untuk tujuan tertentu dalam menghadapi kemajuan zaman. Gaya kepemimpinan marah marah yang dipraktekan Ahok, terbukti banyak memberi manfaat, khususnya untuk hal hal yang selama puluhan tahun di DKI tidak dapat disentuh oleh pemimpin sebelumnya, diselesaikan Ahok. Contoh konritnya adalah pengusuran di Kalijodo. Sekalipun Risma mengeritik cara Ahok menyelesaikan kalijodo, tapi itukan suatu cara atau metode. Dewasa ini justru muncul beragam metode penyelesaian masalah ( semiotik budaya, hermeneutika, critical study, postmoderen, poststruktural dan lainnya). Salah satunya dapat digunakan tergantung tujuan.
Kepemimpinan marah marah yang diperagakan Ahok, terbukti dapat mendorong terjadinya perubahan perilaku masyarakat DKI, sekalipun belum signifikan. Wajar saja gaya marah marah Ahok ini tidak disukai oleh banyak pihak, apalagi pihak yang tersentuh kepentingannya. Tetapi waktu telah menguji, bahwa perubahan itu adalah sesuatu yang abadi, jika tidak bisa menerima perubahan yang dikehendaki zaman, akan terlindas roda zaman. Bahasa kerennya Change or Die.
Menerima dan menyesuaikan diri dengan gaya kepemimpinan Marah marah yang ternyata sesuai dengan kontek peradaban saat ini, merupakan perubahan yang mau tidak mau harus diterima oleh semua pihak yang hidup dizaman ini. Jika tidak dapat menyesuaikan diri dengan peradaban tersebut, dapat diberikan stempel sebagai orang yang Buta Huruf Peradaban.
Kepemimpinan perempuan dari berbagai perspektif telah diperjuang sejak abad yang lalu. Perempuan dipandang tidak bisa memimpin karena perempuan dipandang lemah dan tidak rasional. Perempuan harus dirumahkan dan tidak boleh melintasi dunia publik. Perempuan dipandang lemah, halus dan manja,disimpan disangkar madu dan dijajah pria sepanjang zaman. Eksistensi perempuan hanya untuk dicinta tidak sebagai pemimpin. Tradisi, peraturan negara bahkan penasiran kitab suci memandang perempuan demikian. Akibatnya, perempuan mengalami berbagai diskriminasi yang disebut dengan ketidakadilan gender.
Risma muncul di abad ini di Indonesia sebagai sebagai pemimpin perempuan yang membanggakan. Dia pemimpin gagah perkasa, bahunya kokoh untuk penyangga,m otaknya cerdas untuk membela. Contoh konkritnya, Doli, lokasi pelacuran yang selama ini juga tidak tersentuh oleh kepemipinan sebelumnya, digusurnya dan perempuan perempuan disana diajarinya berusaha yang halal.
Risma mengubah Surabaya menjadi kota asri, bersih dan hijau, sehingga pelancong yang didaerah asalnya terbiasa buang sampah sembarangan, di surabaya tidak berani mencoba buang sampah sembarangan. Risma mengubah budaya, merubah perilaku yang bukan pekerjaan mudah, tapi beberapa tahun ini Risma melakukannya dengan tekun.