[caption caption="BIN"][/caption]
Typo alias salah penulisan dalam sebuah berita dapat berakibat fatal. Misalnya, kata seharusnya 'selamat' ditulis 'celaka'.
Tak cuma di sebuah pemberitaan di media, salah penulisan juga bisa terjadi dalam sebuah undangan acara. Ambil saja contoh salah tulis kepanjangan dari BIN yang dilakukan Kementerian Sekretariat Negara.
BIN yang sejatinya adalah Badan Intelijen Negara ditulis menjadi Badan Intelijen Nasional oleh Setneg dalam undangan pelantikan Kepala BIN dan Panglima TNI. Hal ini tentu tak dapat dianggap remeh.
Pasalnya, ketepatan penyebutan nama sebuah lembaga negara adalah amat penting. Apalagi yang berbuat kesalahan adalah Setneg. Bayangkan saja jika hal itu dianggap hal sepele lantas kemudian terulang lagi. Misal, Setneg salah menulis Indonesia, tentu akan sangat memalukan dan fatal.
Jika dalam sebuah media berita yang akan turun harus melalui pemeriksaan berlapis yang begitu ketatnya di redaksi, hal itu pasti terjadi pula di Setneg, yang notabene menjadi sekretaris Presiden.
Pastinya, surat-surat yang bakal keluar dari Setneg bakal melalui sejumlah proses verifikasi yang begitu ketat, demi tak terjadinya kesalahan. Namun, yang menjadi pertanyaan dalam kasus 'Badan Intelijen Nasional', apakah proses verifikasi tersebut dijalankan?
Ataukah undangan tersebut sekonyong-konyong ditulis, lalu dicetak dan kemudian disebarkan kepada para tamu undangan. Jika hal itu yang terjadi, tentu bisa dibilang bukan sebuah proses yang baik.
Kesalahan penulisan itu sendiri telah diakui oleh Kementerian Sekretariat Negara melalui Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden, Djarot Sri Sulistyo.
Setelah sadar ada kesalahan tulisan, Kemensesneg langsung menarik undangan yang sudah disebar itu dan kemudian diganti undangan dengan penulisan kepanjangan BIN yang benar. Pihaknya lantas meminta maaf atas kesalahan tersebut dan berjanji akan melakukan perbaikan dan peningkatan kualitas layanan administrasi di lingkungan lembaga kepresidenan.