Lihat ke Halaman Asli

marchello sharonkaleb

Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Ronda Jadi Aman atau Akrab?

Diperbarui: 30 September 2020   14:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Budaya ronda atau biasa disebut siskamling, yang merupakan kegiatan ini merupakan, kegiatan yang dilakukan oleh pemuda pemudi wilayah yang mengitari wilayah dengan tujuan menjaga dan memastikan wilayah tersebut aman. Sistem keamanan lingkungan atau siskamling merupakan jenis patroli yang membutuhkan partisipasi aktif dari warga, fakta membuktikan bahwa sistem ini secara efektif dapat menciptakan suasana yang aman, nyaman dan damai. Laki-laki dewasa atau remaja melakukan kegiatan perlindungan lingkungan pada malam hari. Keaktifan warga dalam ronda malam, bergantung bagaimana warga memahami atau mengartikan bahwa ronda malam sebagai kesadaran bersama. Bahkan ada yang berpendapat bahwa hal ini merupakan kewajiban bersama untuk menjaga keamanan lingkungan kampung, maka pada setiap malam tiap warga harus melaksanakan tugas kewajiban ronda malam sesuai jadwal masing-masing. 

Tidak peduli apakah dia seorang kyai ataupun ustadz, pejabat berpangkat, pengusaha sukses, buruh tani, tukang batu, karyawan atau pekerja pabrik, dan sebagainya (Aji, 2016). Melihat sebuah kewajiban untuk memastikan keamanan wilayah namun disisi lain ronda atau siskamling juga dilihat sebagai wadah silaturahmi antar warga.  Perbedaan pada pandangan masyarakat mengenai budaya ronda atau biasa disebut siskamling tentu terbentuk karena adanya perbedaan persepsi antara satu dengan lainnya. Persepsi merupakan sebuah pemikiran terhadap suatu hal. Persepsi yang terbentuk akibat adanya pemicu, pemicu ini disebut dengan stimulus. stimulus merupakan rangsangan yang ditangkap oleh indera manusia. 

Penangkapan stimulus oleh indera manusia akan berbeda satu dengan lainnya. dapat disimpulkan bahwa persepsi merupakan hal yang sangat selektif dan subjektif. Perbedaan ini bukan hanya terjadi begitu saja (Samovar et al., 2015,200) . Dibalik perbedaan ini terdapat alasan yang membuat perbedaan tersebut. Alasan di balik pernyataan ini juga ditanggapi dengan berbagai cara. Persepsi menjadi suatu hal yang sangat subjektif dan akan membentuk suatu pola (Samovar et al., 2015, 203). Pola-pola ini akan dijelaskan melalui teori dan budaya persepsi, dan pola persepsi dapat dipelajari. Pendapat setiap orang akan dipengaruhi oleh budaya, terutama perbedaan budaya. Ini tercermin dalam proses atau cara mengamati korelasi antara budaya, proses dan perilaku. Proses ini melibatkan dua asumsi utama, yaitu persepsi selektif dan mode persepsi. Persepsi tentang sesuatu bersifat subjektif, yang menjadikan persepsi itu sendiri sebagai hal yang selektif.

Daftar Pustaka 

Aji, F.B. (2016). Budaya Ronda Malam Di Tengah Hiruk Pikuk Perkembangan Zaman. Diakses dari http://www.panggungharjo.desa.id/budaya-ronda-malam-ditengah-hiruk-pikuk-perkembangan-zaman/

Samovar, L. A., Porter, R. E., McDaniel, E. R., & Roy, C. S. (2015). Communication Between Cultures (9th ed.). Cengage Learning.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline