Lihat ke Halaman Asli

Sektor Perikanan; Masa Depan Maluku

Diperbarui: 23 Juni 2015   22:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Tentang Hukum Laut (United Nations Convention on the Law of the Sea) 1982 di Montego Bay, Jamaika menegaskan bahwa sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki kedaulatan atas perairan yang ditutup atau terletak disebelah dalam dari garis pangkal lurus kepulauan yang disebut sebagai perairan kepulauan. Kesepakatan ini beralasan. 3,2 juta Km2 dari total luas wilayah Indonesia yang mencapai 7.9 juta km² merupakan wilayah laut territorial, dan 2,9 juta km2 laut perairan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE). Dengan ditandantanganinya kesepakatan Internasional tersebut, dunia mengakui bahwa Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki wilayah laut yang sangat luas, mulai dari laut teritorial, zona tambahan (contiguous zone), Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) sampai dengan Landas Kontinen (continental shelf). Dengan posisinya ini, Indonesia diyakini pula sebagai negara yang memiliki kekayaan pada sektor kelautan dan perikanan yang menjanjikan kesejahteraan bagi penduduknya. Data perkembangan sektor perikanan pada Kementerian Kalautan dan Perikanan (KKP) menyebutkan, pada 2012, perekonomian nasional tumbuh sebesar 6,2% dan sektor perikanan tumbuh sebesar 6,5%. Dari sisi produksi perikanan, pada tahun 2012 mencapai 15, 26 juta ton (produksi perikanan tangkap menyumbang 5,81 juta ton dan perikanan budidaya 9,45 juta ton). Hasil ini bahkan telah melampaui target 2012 yakni 14, 86 juta ton. Kita juga dapat melihat nilai ekspor hasil perikanan 2012 yang mencapai US$3,93 miliar atau naik 11,62% dibanding tahun sebelumnya. Pada tahun 2013, capaian produksi perikanan ini telah melampaui target yang ditetapkan tahun 2012 yakni sebesar 15,3 juta ton dengan tingkat ingkat konsumsi ikan 34 kg/kapita/tahun. Pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan bahkan optimistis sektor kelautan dan perikanan (KP) di Indonesia mampu menghasilkan pendapatan Rp 3.000 triliun per tahun atau jauh lebih besar dari pendapatan dalam APBN yang hanya Rp 1.700 triliun setiap tahunnya. Hingga saat ini, Produk Domestik Bruto (PDB) sektor tersebut yang kini tergali mencapai Rp 255 triliun atau 3,18% dari total PDB nasional. Potensi KP yang sangat menjanjikan ini turut membuka peluang untuk mengembangkan sektor KP secara efektif dan efisien. Kebijakan yang dicanangkan bagi pengembangan sektor ini lantas dituntut untuk benar- benar dapat menjawab segudang masalah pengelolaan sektor ini demi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Sebagai contoh, dari total PDB dari sektor perikanan yang kini mencapai Rp 255 Triliun (3, 18% dari total PDB nasional), yang dikelola oleh pemerintah dan pihak swasta masih sangat sedikit, yaitu Rp 25 Triliun. Pada titik inilah intervensi kebijakan pemerintah dibutuhkan untuk mendongkrak pendapatan negara dari sektor KP. Sebab, sektor KP Indonesia sesungguhnya telah diminati oleh sejumlah negara, baik di kawasan Asia, Eropa maupun Amerika.

Peluang Indonesia

Sebentar lagi kita akan memasuki Asean Economy Community (AEC) 2015 atau Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015. Tingkat keunggulan komparatif dan kompetitif yang berbeda antarnegara anggota ASEAN menentukan manfaat AEC 2015 di antara negara ASEAN. Penting diperhatikan pula bahwa tuntutan yang paling mendesak dalam persiapan Indonesia memasuki MEA 2015 ialah meningkatkan daya saing (competitiveness) yang mengandung pula empat unsur penting yaitu; pasar tunggal (single market), daerah berdaya saing, equitable development(pemerataan pembangunan), dan integrasi ke ekonomi dunia (Integrated Economy). Saat MEA 2015 tiba, akan ada 12 sektor usaha yang akan dibuka bebas untuk investor asing dari “tetangga”. Apakah sektor kelautan dan perikanan kita dapat menjanjikan keuntungan bagi perekonomian dalam negeri? Disinilah peluang Indonesia untuk memanfaatkan sektor ini semaksimal mungkin. Walaupun sebenarnya peluang itu telah diperhadapkan kepada Indonesia sejak 2003, saat ASEAN Summit ke- 9 yang menetapkan 11 Priority Integration Sectors (PIS) yang pada 2006 bertambah menjadi 12 PIS. 12 PIS itu antara lain produk pertanian, otomoif, elektronik, perikanan, produk turunan dari karet, tekstil dan pakaian, produk turunan dari kayu, tranportasi udara, e- ASEAN (ITC), kesehatan, pariwisata dan jasa logistik. Untuk mencapai tuntutan kemajuan ekonomi Indonesia, pemerintah telah memperkenalkan konsep ekonomi yang dikenal dengan Blue Economy (Ekonomi Biru), khususnya dalam pola pengelolaan sektor perikanan dan kelautan. Prinsip blue economy pada dasarnya bertujuan untuk mengefisiensi pemanfaatan sumber daya alam dengan menghasilkan lebih banyak produk turunan dan produk lain terkait. Selain itu, Blue Economy yang bertujuan agar dapat mengembangkan ekonomi secara komprehensif yang pada akhirnya ikut berkontribusi terhadap pembangunan nasional. Beberapa karakter Blue Economy ini ialah Inovasi dan kreativitas dalam berbisnis, diversifikasi produk, sistem produksi, pemanfaatan teknologi, financial engeneering, yang memberikan peluang untuk menciptakan pasar baru bagi produk-produk yang dihasilkan. Pendekatan pembangunan berbasis ekonomi biru bersinergi dengan pelaksanaan triple track strategy, yaitu program pro-poor, pro-growth, pro-job dan pro-environment(Investor Daily: 21 April 2013). Kementerian Perikanan dan Kelautan pun mengklaim penerapan Blue Economy pada sektor perikanan ini telah mendorong hasil yang cukup baik. Pada 2013, produksi perikanan tercatat sebesar 15, 3 juta ton.

Maluku Masa Depan?

Sektor kelautan dan perikanan Provinsi Maluku sangat menjanjikan bagi peningkatan PDB nasional. Wilayah dengan luas 712.479, 69 Km2 bahkan disebut-sebut akan menjadi lumbung ikan nasional- menjadi supplier kebutuhan ikan nasional. Bagaimana tidak? 98% (658.294,69 Km2)dari total luas wilayah provinsi Maluku merupakan wilayah kelautan. Dengan luas wilayah kelautannya ini diasumsikan pula bahwa Maluku memiliki potensi perikanan yang amat besar. Data badan perencanaan pembangunan daerah (Bappeda) Provinsi Maluku menyebutkan potensi perikanan tangkap di wilayah perairan Maluku mencapai 31, 50% atau 512.662 ton ikan tangkap. Sementara itu, wilayah perairan Maluku juga memiliki potensi pengembangan ikan tangkap yang mencapai 68, 50% (1.114.838 ton) dari total sediaan potensi 1.627.500 ton. Dengan potensi perikanan tersebut, intervensi kebijakan pemerintah yang berpihak pada pemanfaatan sektor perikanan dan kelautan pun dibutuhkan. Pemerintah didesak untuk menerapkan kebijakan yang bisa membangkitkan sektor perikanan di Maluku sehingga dapat berkontribusi bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat Maluku. Jika tidak, kekayaan perikanan di Maluku hanya akan selalu menjadi kisah sepanjang zaman yang hasilnya tak dinikmati oleh masyarakat Maluku. Darul Tuhepaly (2006) telah mengingatkan hal itu sejak lama. Menurut mantan wartawan Kompas ini, untuk memaksimalkan potensi kelautan dan perikanan di Maluku, perlu diterapkan sebuah otonomi khusus kelautan berwawasan Provinsi Kepulauan. Tidak hanya itu, alokasi anggaran yang besar bagi pegelolaan sektor kelautan dan perikanan di Maluku juga akan menunjang optimalisasi pemanfaatan kekayaan laut di Maluku. Pemerintah daerah, sebagai pemangku kepantingan wilayah di Maluku, merupakan pihak yang paling bertanggung jawab terhadap pengelolaan sektor perikanan dan kelautan di Maluku. Tentu Pemerintah daerah perlu bersinergi pula dengan masyarakat lokal agar selalu pro-aktif dalam menjalankan program- program pembangunan sektor kelautan dan perikanan di Maluku. Dengan demikian, kekayaan yang dimiliki Maluku ini pada akhirnya benar- benar dinikmati oleh masyarakat Maluku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline