Lihat ke Halaman Asli

Satu Perjuangan Kecil Dalam Studi

Diperbarui: 24 Juni 2015   08:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa minggu setelah saya mulai kuliah di Jerman, saya diberi tugas untuk presentasi mengenai diplomasi publik di EU. Perintahnya, presentasi ini kurang lebih 20 menit dan harus dibuat menarik. Saya mumet. Pertama, topik ini membosankan. Gimana caranya dibuat menarik? Wong setelah saya baca materinya, isinya juga ternyata njlimet, dari sejarah awal dibentuk yang menjelaskan tujuan politis hingga perkembangan terkini. Kedua, teman satu kelompok saya ini kurang mendukung. Jangan salah, keduanya bisa diajak kerjasama. Masalahnya adalah, yang satu mudah panik, dan yang satunya lagi bahasa Inggrisnya amburadul. Ditambah lagi, teman saya yang asli Cina dan bukan Cina separuh-separuh seperti saya ini sebetulnya dari jurusan lain, yang notabene tidak pernah disuruh presentasi. Tambah pusing saya.

Salah satu hobi saya ketika saya pusing dan tidak punya inspirasi adalah menonton film kartun. Ketika saya S1, jurusan saya adalah riset media. Maka salah satu kebiasaan saya adalah menonton film (justru terutama film kartun) kemudian melakukan riset kecil-kecilan dan terkadang, saya tulis di blog pribadi saya. Ketika saya sedang asyik browsing youtoube, tiba-tiba saya teringat satu film kartun yang sejarahnya saya baca di buku teks yang saya gunakan untuk skripsi. Film pendek Donal Bebek yang berjudul Der Fuehrer's Face selalu menjadi hal yang menarik untuk dibahas, karena film ini dibuat oleh Disney atas permintaan pemerintah Amerika, dengan tujuan propaganda.

Kemudian saya teringat, diplomasi publik EU pada awalnya mengadopsi dari Amerika, namun dalam perkembangannya memiliki arahan berbeda. Muncullah ide untuk menggunakan video ini dalam presentasi saya. Entah dosen saya akan berpikir apa, tapi saya nekat. Karena saya pikir, kalau tidak dicoba mana tahu. Yang saya lakukan kemudian adalah, mengintegrasi konten yang membosankan tadi dengan menggunakan video ini sebagai alat penjelas, bagaimana perkembangan arahan yang berbeda tersebut. Saya juga menambahkan satu video produksi badan EU sebagai pembanding, agar lebih jelas.

Awalnya tetap tidak mudah. Memasukkan dua video dan menjaga supaya isi presentasi tetap komprehensif sambil mengajari teman saya presentasi, cukup memakan waktu. Apalagi saya tentu masih perlu mengerjakan tugas dan presentasi untuk kelas-kelas lainnya. Sewaktu presentasi, saya deg-degan. Saya mendapat impresi bahwa di kelas saya dianggap anak bawang, bahkan mungkin oleh sesama kolega yang juga berasal dari Indonesia. Mungkin karena saya kecil dan imut-imut, dan walaupun sudah singgah dan tinggal di beberapa negara, saya sering merasa dimana-mana sterotype-nya sama saja. Perempuan yang cantik itu tidak mungkin pintar. Kalau nilainya bagus, mungkin orangtuanya kaya atau hasil merayu dosennya. Mau mengaku atau tidak, pasti masih banyak yang diam-diam berpikir demikian.

Akhir kata, untungnya hasil kerja keras kami membuahkan hasil. Walaupun masih harus didukung dengan paper untuk tugas akhir semester dan presentasi lainnya, tapi kami mendapat nilai yang cukup memuaskan. Mungkin bukan yang terbaik di kelas, tapi saya pikir, ini masih semester pertama dan nilai tersebut sudah merupakan awal yang baik.

Sekarang saya sudah di akhir semester kedua. Tidak diduga, ternyata apresiasi atas hasil kerja saya mulai datang dari dosen mata kuliah tersebut, yang berbaik hati mau memberi saya surat rekomendasi yang isinya sangat mendukung untuk beasiswa. Pencapaian itu dimulai dari yang kecil. Bagaimanapun juga, hingga kini perjuangan masih berlanjut. Diapresiasi orang lain atau tidak, bagi saya sekarang itu tidak penting. Mau dicibir juga silakan. Karena saya percaya, dalam studi, jika sungguh bekerja keras dan bukan karena ingin dipuji, suatu saat pasti akan berbuah manis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline