Menjelang keberangkatan calon jemaah haji ke tanah suci ,saya menerima beberapa undangan dari sahabat dan pamili untuk menghadiri acara kenduri atau minta doa selamat sehubungan dengan keberangkatannya ke tanah suci dalam musim haji tahun ini.
Merupakan hal yang lumrah di Medan ,bagi setiap calon haji mengadakan kenduri meminta doa keselamatan. Para guru menyebut juga kegiatan itu dengan istilah " Walimatus Safar".
Saya sendiri untuk musim haji tahun ini menerima lima undangan untuk acara yang demikian.
Saya juga punya beberapa kenalan yang beragama Islam yang sering terbang keluar negeri .Waktu tempuh penerbangannya bisa lebih dari sepuluh jam yang berarti lebih lama dari waktu yang dibutuhkan untuk mengharungi angkasa Bandara Kuala Namo Medan menuju Bandara King Abdul Aziz ,Jeddah ,Saudi Arabia.
Walaupun waktu tempuhnya lebih lama tetapi tidak pernah diadakan kenduri minta doa selamat untuk perjalanannya.
Saya tidak tahu persis kapan tradisi melaksanakan kenduri naik haji ini dilaksanakan. Menurut dugaan saya kegiatan seperti ini sudah berusia lebih dari seratus tahun dan diawali ketika menunaikan ibadah haji masih menggunakan kapal layar atau kapal laut.
Ketika masa yang demikian itu saya jadi teringat cerita tentang kakek dari ayah menunaikan ibadah haji pada akhir Abad XIX .
Kakek dari ayah itu tinggal di kota kecil bernama Kotanopan ( sekarang masuk Kabupaten Mandailing Natal ,Provinsi Sumatera Utara). Kota kecil ini berada sekitar 500 km sebelah selatan Medan).
Oleh karena pada masa itu belum ada mobil atau bus ,maka kakek beserta calon jemaah haji lainnya harus menggunakan kenderaan yang ditarik lembu yang disebut pedati atau yang ditarik kuda yang disebut sado atau delman. Mereka menggunakan kenderaan itu berhari hari atau mungkin berminggu minggu untuk sampai di pelabuhan laut tempat singgah kapal yang akan membawa mereka ke pelabuhan laut Jeddah,Saudi Arabia.
Oleh karena pada masa itu belum ada alat alat komunikasi seperti telepon maka begitu calon jemaah haji meninggalkan rumahnya maka tidak ada lagi kabar berita tentang dirinya.
Informasi tentang jemaah itu baru diketahui lagi sesudah lebih dari tiga bulan ,ketika ia tiba kembali di rumahnya setelah selesai menunaikan ibadah haji. Perjalanan menggunakan kapal laut tentu punya tantangan tersendiri.Saya masih mendengar cerita cerita dari orang orang tua betapa ganasnya ombak laut yang harus dilewati.
Ombak laut yang ganas itu menurut mereka ada di laut Siqutra yang dalam bahasa Mandailing disebut Laut Sikutoro. Oleh karena perjalanan yang penuh tantangan ini lah menurut saya ,asal muasal diselenggarakannya kenduri untuk keberangkatan calon jemaah haji.