Tanggal 27 Juni 2018, Rabu akan dilaksanakan Pilkada Serentak pada 171 daerah meliputi 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten. Biarpun Pilkada Serentak itu hanya dilaksanakan pada 171 daerah tersebut, tetapi Presiden Jokowi telah menetapkan 27 Juni 2018 sebagai hari libur nasional. Hal itu berarti di luar 171 daerah itu juga mendapatkan hari libur.
Memang selama era reformasi, setiap Pemilu dinyatakan sebagai hari libur nasional, tetapi untuk Pilkada Serentak kalau tidak salah baru kali inilah dinyatakan sebagai hari libur nasional.
Berkaitan dengan penetapan hari libur untuk pemilihan, saya jadi teringat Pemilu di masa Orde Baru (Orba). Pada hari pencoblosan, maka di TPS, 3 lembar surat suara diberikan kepada pemilih yaitu surat suara untuk DPR RI, DPRD Tingkat I (provinsi), dan untuk DPRD Tingkat II (kabupaten/kotamadya).
Sejak Pemilu 1977 pada masing-masing surat suara itu hanya ada 3 gambar peserta pemilu yaitu Golkar, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Demokrasi Indonesia.
Di bawah gambar parpol peserta Pemilu itu ada sejumlah nama yang merupakan nama nama calon anggota legislatif.
Sejak pemilu pertama di masa Orba tahun 1971, penguasa Orba menjadikan Golkar sebagai kendaraan politiknya sehingga terlihat sejak awal, penguasa menginginkan agar Golkar memenangkan pemilu dengan raihan suara harus diatas 50 persen.
Penguasa Orba sukses dengan targetnya itu karena dalam enam kali pemilu, Golkar sukses meraih suara lebih dari 60 persen ( 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997 ).
Tapi tidak dapat ditampik kesan bahwa kemenangan Golkar itu bukan murni karena keringat dan jerih payah kadernya tetapi lebih banyak ditentukan oleh faktor lain yakni keterlibatan penguasa untuk memenangkan jagoannya itu.
Salah satu cara yang ditempuh untuk memenangkan partai unggulan penguasa itu ialah dengan menyatakan hari pencoblosan suara bukanlah hari libur. Pada hari pencoblosan suara itu semua pegawai negeri maupun buruh buruh di perkebunan harus masuk bekerja.
Dengan alasan efisiensi agar PNS dan buruh perkebunan dapat menggunakan hak pilihnya maka di sekitar kantor / pabrik tempat bekerja diadakan Tempat Pemungutan Suara ( TPS ) Khusus.
Jadi setiap PNS yang telah terdaftar di kelurahan tempat tinggalnya maka pada Hari H, yang bersangkutan harus mengurus perpindahan TPS nya dari kelurahan atau lingkungan /RT /RW tempat tinggalnya ke lokasi TPS Khusus dekat tempatnya bekerja. Kebanyakan pada TPS Khusus ini hanya diperuntukkan untuk PNS. Begitu juga halnya pada perusahaan perkebunan milik pemerintah, TPS khusus disiapkan untuk buruh perkebunan.
Tidak hanya pada buruh perkebunan milik pemerintah tetapi hal yang demikian juga berla ku di perkebunan perkebunan swasta yang diminta oleh penguasa untuk menyiapkan TPS Khusus.