Lihat ke Halaman Asli

Afifuddin lubis

TERVERIFIKASI

Mudik Neraka Diadukan ke Polisi dan Bagaimana Menumbuhkan Kultur Oposisi yang Sehat

Diperbarui: 23 Juni 2018   04:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: Tribunnews.com

Dalam peta perpolitikan sekarang ini ada yang disebut partai pemerintah dan ada partai yang tidak ikut dalam pemerintahan Jokowi-JK.Parpol yang murni tidak ikut dalam Kabinet Kerja Jokowi ada 3 yakni ,Gerindra,PKS dan Demokrat.

Dalam pengertian sederhana ,Gerindra PKS dapat dikategorikan sebagai partai oposisi sedangkan Demokrat cenderung menyebut dirinya sebagai partai penyeimbang.

Sedangkan PAN ,walaupun pendiri serta Ketua Dewan Kehormatan ,Amien Rais sering dengan tajam mengkritik Jokowi tetapi satu orang kadernya masih menjabat sebagai Menpan R&B dalam kabinet Jokowi.

Untuk kultur politik Indonesia, adanya partai oposisi boleh disebut masih sesuatu yang baru. Selama tiga puluh dua tahun negeri ini dalam pemerintahan Orde Baru ,istilah oposisi juga tidak dikenal.

Begitu juga halnya pada pemerintahan Sukarno sejak Dekrit 5 Juli 1959 sampai kepada kejatuhannya ,istilah partai oposisi juga tidak dikenal. Hanya pada masa berlakunya UUDS 1950 dari Agustus 1950 hingga 5 Juli 1959 lah kita mengenal istilah partai oposisi.

Selama era reformasi pengertian partai oposisi mulai terlihat dalam halmana selama sepuluh tahun pemerintahan SBY ,PDI-P berada diluar pemerintahan dan pada priode kedua SBY ,Gerindra juga dipersepsikan sebagai partai oposisi.

Oleh karena usia adanya partai oposisi di negeri ini masih relatif singkat maka dibutuhkan waktu untuk menumbuhkan kultur oposisi yang sehat. Dalam pemahaman saya, oposisi diperlukan untuk ikut mengontrol jalannya pemerintahan, mengawasi pengesahan dan penggunaan anggaran agar tidak melenceng dari tujuan yang telah disepakati.Kritik yang disampaikan oposisi selayaknyalah digunakan oleh pemerintah yang berkuasa sebagai bahan untuk intropeksi diri.

Dengan demikian akan terjalin sebuah " kerjasama " yang berpijak kepada kepentingan bangsa dan negara. Partai Pemerintah haruslah menghargai kritik dan komentar yang disampaikan oleh opisisi sepanjang hal tersebut disampaikan secara objektip dan rasional.

Oleh karena kultur opisisi masih relatif baru di negeri ini maka mengemuka pertanyaan apakah oposisi akan melihat yang dilakukan oleh pemerintah yang berkuasa semuanya serba salah atau ada hal hal yang harus diberi apresiasi.

Contoh yang paling aktual tentang hal ini adalah pernyataan , Habiburrokhman ,politisi Gerindra berkaitan dengan mudik lebaran tahun 2018 ini. Ketua Bidang Advokasi dan Hukum DPP Gerindra ini menyebut mudik tahun ini merupakan " Mudik Neraka".

Ia mengatakan demikian karena menurutnya H-2 Lebaran ,mobil pribadi yang membawanya mudik ke Lampung tertahan mulai sahur hingga baru bisa menyeberang melalui Pelabuhan Merak pukul 12.30 siang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline