Terutama sejak munculnya Ahok di Balai Kota DKI sebagai Gubernur meneruskan kepemimpinan Jokowi yang telah terpilih dan dilantik sebagai Presiden RI maka sejak itu terlihat adanya hubungan yang kurang harmonis antara Jokowi dengan Front Pembela Islam (FPI). Kemudian hubungan Jokowi dengan sebahagian ummat Islam tersebut terlihat semakin memburuk ketika terjadinya kasus Ahok pada oktober 2016 ketika mantan Gubernur DKI itu menyebut Al Maidah 51 dalam pidatonya di Kepulauan Seribu.
Sebahagian ummat Islam yang dimotori oleh Habib Rizieq Shihab ,Imam Besar FPI melancarkan sejumlah aksi menuntut agar Ahok dihukum karena ucapannya di Kepulauan Seribu itu telah menghina dan menistakan agama Islam. Kegitan yang kemudian dibawah kordinasi Gerakan Nasional Pembela Fatwa MUI( GNPF-MUI ) menggelar aksi aksi dalam skala besar yang kita kenal sebagai Aksi Bela Islam 4/11 dan 212.
Pada saat itu dan juga sampai sekarang ada anggapan pada sebahagian ummat Islam terutama peserta aksi bahwa Jokowi membela dan melindungi Ahok. Terhadap anggapan yang demikianlah Habib Rizieq Shihab melancarkan berbagai orasi yang sebahagian orasinya itu berisikan kritikan terhadap Jokowi.
Orasi itu mempertegas lagi sikap mereka terhadap Jokowi .Pemerintah dianggap tidak bertindak terhadap penistaan agama yang dilakukan Ahok.
Suasana politik terasa semakin panas karena masa itu rangkaian proses pilkada DKI sedang berlangsung. Pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno dipersepsikan oleh sebahagian ummat Islam sebagai tokoh Islam yang harus dimenangkan sementara disisi lain Basuki Tjahaja Purnama -Djarot Syaiful Hidayat ,pasangan yang dianggap didukung Jokowi harus kalah.
Sentimen Agama dan politik identitas semakin menguat dan pada kala itu kita merasakan sebuah aroma yang kurang sedap karena muncul ketakutan bangsa ini akan pecah karena sentimen keagamaan. Dalam kondisi yang demikian hubungan antara Jokowi dengan massa pendukung GNPF MUI semakin memburuk. Perkembangan selanjutnya menunjukkan ,Habib Rizieq ditersangka kan oleh polisi karena melakukan berbagai tindak pidana dan salah satu diantaranya ialah percakapan mesum dengan seorang perempuan.
Oleh sebahagian ummat Islam dimunculkan lah tuduhan pemerintah dalam hal ini aparat kepolisian melakukan tindakan kriminalisasi terhadap ulama.Tuduhan yang demikian semakin memperlebar jarak antara pemerintah dengan sebahagian ummat Islam. Oleh karena Rizieq beberapa kali tidak menenuhi panggilan polri maka ia dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang ( DPO). Rizieq diketahui sekarang berada di Arab Saudi.
Seperti yang kita saksikan banyak tokoh yang telah bertemu dengannya dan Imam Besar FPI itu telah muncul sebagai pemimpin perlawanan terhadap Jokowi dan pemerintahannya.
Beberapa kali diberitakan ia akan segera kembali ke Indonesia tetapi sampai hari ini niatnya tersebut belum kesampaian. Setelah Rizieq berada di Saudi ,para alumni aksi bela Islam yaitu mereka yang ikut aksi 411 dan 212 membentuk beberapa perhimpunan dengan menggunakan nama 212.
Harus diakui para alumni dan organisasinya itu juga merupakan sebuah kekuatan politik riil di negeri ini.
Situasi sekarang memunculkan kesan seolah olah kekuatan alumni 212 berhadapan dengan Jokowi /pemerintah. Dalam konteks kebangsaan ,suasana yang demikian tentulah kurang baik apalagi mengingat pada 2019 akan diselenggarakan pemilu termasuk pelaksanaan pilpres.Tahun tersebut adalah tahun politik yang lazimnya diikuti oleh semakin memanasnya iklim politik. Dalam kaitan yang demikianlah ada rasa teduh ketika Presiden Jokowi melaksanakan pertemuan dengan beberapa tokoh Persaudaraan Alumni 212 (PA 212).
Detiknews,24/4/2018 dengan tajuk berita " PA 212 : Pertemuan dengan Jokowi agar Pilpres Damai" ,memberitakan pertemuan tersebut dilaksanakan pada Minggu,22 April 2018 .Menurut Ketua Umum DPP PA 212 Slamet Maarif pertemuan tersebut dilaksanakan di Istana Bogor.
Tokoh PA 212 yang hadir pada pertemuan dengan Jokowi itu adalah :Al Khaththat ,Sobri Lubis,Usamah Hisyam ,Slamet Ma' arif dan Yusuf Martha.
Walaupun belum ada penjelasan resmi tentang isi pertemuan tersebut tetapi Juru Bicara PA 212 Novel Bamukmin menjelaskan ,pertemuan tersebut untuk mencari solusi terbaik untuk menyelesaikan permasalahan yang sama sama kita hadapi saat ini yang merupakan berbagai kasus yang ada agar kita bisa melakukan rembuk nasional.
Novel juga mengatakan " Itu perlunya kita melaksanakan silaturrahmi agar persoalan yang satu ini.Jika sebelumnya berhadap hadapan dengan pemerintah ,bisa kita menjalin kebersamaan kembali dengan komunikasi yang sehat dan nggak selalu berhadap hadapan.Agar menuju pilkada dan pilpres yang damai".