Lihat ke Halaman Asli

Ziarah Gubah Al Haddad, Makam Keramat Mbah Priuk yang Menyedot Peziarah

Diperbarui: 30 Desember 2021   12:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar bersumber dari http://gubah-alhadad.blogspot.com/2011/01/sejarah-singkat-habib-hasan-bin.html/m=1

Siapakah Sosok Mbah Priuk?

 

Habib Gubah Al Haddad atau yang biasa kita sebut dengan Mbah Priuk, memiliki nama asli Al Imam Al ‘Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad Husain As Syafi’i Sunnira. Beliau lahir di Palembang pada tahun 1727. Mbah priuk merupakan salah satu ulama penyebar islam di Nusantara yang kekeramatannya sangat masyhur. Banyak masyarakat yang mempercayai hal tersebut karena nyata adanya.  Al Habib Hasan merupakan tokoh penyebar islam di Batavia pada abad ke-18. Semasa kecil beliau belajar agama kepada ayah dan kakeknya di Palembang. Namun memasuki usia remaja, beliau mengembara sampai ke negeri Yaman dan Hadramaut sekaligus menelusuri jejak leluhurnya yakni Habib Abdullah bin Alwi Al Haddad, ulama masyhur shohibul kitab Rotib Al Haddad. Setelah belajar agama beberapa tahun lamanya di Hadramaut, beliau akhirnya kembali lagi ke tempat kelahirannya di Palembang.

Pada tahun 1756, Habib Hasan Al Haddad bersama adiknya Habib Ali Al Haddad dan 3 orang pembantunya melakukan perjalanan dari Sumatra ke pulau Jawa untuk menjalankan misi dakwah islam, sekaligus berziarah ke makam Habib Husen Alaydrus di Luar Batang, Jakarta Utara, Sunan Gunung Jati di Cirebon Jawa Tengah, dan makam Sunan Ampel di Surabaya. Beliau berlayar menuju Batavia dalam kurun waktu dua bulan. Dalam perjalanan ini kedua ulama ini mengalami banyak rintangan. Salah satunya pernah kapal beliau diserang habis habisan oleh kompeni Belanda, akan tetapi tidak satupun meriam dapat mengenai kapal beliau, sehingga dapat melanjutkan sampai Batavia dengan selamat.  

Dalam perjalanan yang memakan waktu dua bulan ini, beliau sempat singgah di beberapa tempat. Namun dalam sebuah perjalanan kapal Habib Hasan kembali diserang dengan ombak besar, yang menyebabkan semua perlengkapan hanyut terbawa ombak. Hanya tersisa periuk dan beberapa liter beras yang berserakan di sekitar. Belum cukup sampai disitu kapal beliau kembali terhempas oleh ombak yang lebih besar, hingga menyebabkan kapal pecah bahkan sampai terbalik, sehingga dua ulama ini terseret arus ombak. Kondisi sangat mengenaskan, kedua Habib ini masih bisa bertahan, akan tetapi tidak dengan 3 pembantunya yang langsung tewas seketika. Dengan susah payah Habib Hasan menyelamatkan diri dengan mengapung pada sebilah kayu sisa dari kapal mereka. Akan tetapi karena tidak makan selama 10 hari akhirnya Habib Hasan wafat.

Sedangkan Habib Ali masih bernasib baik, beliau masih hidup namun kondisinya sangat lemah .Beliau duduk di perahu di samping jenazah Habib Hasan. lambat laun perahu tersebut terdorong oleh ombak dan bermuara di pantai utara Batavia. Para nelayan yang menemukan beliau segera saja menolong serta memakamkan jenazah Habib Hasan. Kayu dayung dijadikan sebagai nisan pada bagian kepala dan kaki. Sedangkan periuk yang masih ada ditaruh di sisi makam. Sebagai pertanda bahwa tempat tersebut ada makamnya, maka diatas makam di tanami bunga tanjung. Menurut pendapat masyarakat sekitar, kuburan tersebut setiap malam selalu bercahaya, atas dasar begitu masyarakat menamainya sebagai Tanjung Periuk. Menurut cerita lain yang beredar setiap tiga sampai empat tahun sekali periuk tersebut selalu muncul dengan ukuran berlipat-lipat sampai kurang lebih sebesar rumah. Salah satu orang yang menyaksikan hal tersebut adalah anggota TNI Angkatan laut, yakni Sersan Mayor Ismail. Karena kejadian tersebut masyarakat sekitar lantas menyebutnya dengan Tanjung Periuk. Dalam sejarah lain nama Tanjung Periuk tidak ada kaitanya dengan sosok Mbah Priuk. Akan tetapi ada hubungannya dengan Aki Tirem, yaitu pemimpin daerah Warakas yang terkenal sebagai pembuat periuk. Sedangkan kata tanjung berasal dari tanah yang menjorok ke lantai.

Mbah priuk wafat pada usia 29 tahun. Ketika Habib Hasan sudah dimakamkan selama 23 tahun, pemerintah belanda memiliki maksud tujuan untuk membangun pelabuhan. Sebenarnya letak makam yang sekarang merupakan pindahan dari makam aslinya.  Pada saat pembangunan pelabuhan banyak kejadian menimpa kuli dan opsir Belanda hingga menyebabkan ratusan kuli meninggal dunia. Melihat hal tersebut pemerintah Belanda menjadi bingung dan mau tidak mau menghentikan proyek tersebut.

Usaha Belanda untuk pembangunan pelabuhan tidak menyerah sampai titik tersebut. Cara lain yang dilakukan Belanda dengan pengekeran dari seberang (sekarang namanya menjadi Dok). Awalnya belanda lah yang akan memindahkan makam Habib Hasan, namun mereka tidak mampu memindahkannya, karena orang-orang yang diperintahkan kompeni Belanda untuk menggali makam tersebut menghilang secara misterius dan tidak kembali. Namun lagi-lagi Belanda di kejutkan oleh seseorang berjubah putih dengan kemilauan cahaya sedang duduk dan memegang tasbih di atas makam Mbah Priuk, sosok putih tersebut tak lain adalah Al Imam Al ‘Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad. Kemudian para pekerja dan mandor membicarakan hal tersebut dan berembuk bagaimana cara bisa berkomunikasi dengan sosok tersebut. Akhirnya di temukan seorang kyai sebagai perantara pembicaraan antara kedua pihak ini dan munculah beberapa kesimpulan sebagai berikut : 

  • Apabila tanah ini hendak di jadikan Pelabuhan ,tolong pindahkan saya terlebih dahulu dari tempat ini
  • Untuk memindahkan jasad saya, tolong hubungi dulu adik saya yang Bernama Al Arif Billah Al Habib Zein Bin Muhammad Al Haddad, yang berada di Ulu Palembang, Sumatra Selatan

Kemudian Habib Zein Bin Muhammad Al Haddad, adik dari Habib Hasan Al Haddad yang dipanggil khusus untuk mempimpin do’a agar jasad Habib Hasan dapat di pindahkan. Atas kuasa Allah SWT akhirnya jasad Habib Hasan dapat dipindahkan di daerah Dobo yang masih luas yang tidak jauh dari seksi sekarang, dengan kondisi kain kafan dan jasad yang masih utuh wangi tanpa adanya kerusakan sedikit pun, serta kelopak matanya bergetar seperti orang yang masih hidup.  Di pemakaman itulah jasad Habib Hasan Bin Muhammad Al Haddad dimakamkan kembali, yang sekarang merupakan bagian Pelabuhan PTK (Terminal Peti Kemas)Koja Utara, Kecamatan Koja, Tanjung Periuk, Jakarta utara. Setelah pemindahan makam tersebut, banyak orang yang berziarah ke makam Habib Hasan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline