Saya masih ingat dengan sangat baik pesan seorang guru saya saat SMA. Pesannya singkat namun dalam dan masih terngiang hingga saat ini. Beliau berkata, "Jika kamu ingin agar apa yang kamu pelajari kamu ingat seumur hidupmu, maka jika kamu punya satu jam belajar, bacalah 15 menit dan waktu 45 menit yang tersisa gunakan untuk merenung apa yang barusan kamu baca."
Saat itu saya hanya mengangguk tanpa banyak berpikir. Namun, seiring waktu, saya semakin menyadari betapa benarnya nasihat itu. Setiap kali saya belajar, saya sering terburu-buru ingin segera selesai, menghafal, dan mengingat sebanyak mungkin dalam waktu singkat. Ini wajar, karena sistem pendidikan kita sejak lama membentuk pola pikir bahwa belajar itu demi ujian, demi nilai tinggi, bukan untuk pemahaman sejati.
Meski sejak zaman dahulu dikatakan bahwa kita belajar bukan hanya untuk nilai, tetapi untuk hidup---non scholae sed vitae discimus---realitasnya, kita lebih banyak diajarkan untuk mengingat fakta, bukan memahami makna.
Esensi Deep Learning dalam Pembelajaran
Dalam dunia pendidikan modern, konsep Deep Learning semakin sering dibicarakan. Istilah ini tidak hanya merujuk pada teknologi kecerdasan buatan tetapi juga pada cara manusia belajar secara mendalam. Deep Learning dalam konteks pendidikan berarti memahami suatu konsep dengan mendalam, bukan sekadar menghafal permukaannya. Ini melibatkan refleksi, analisis, dan keterhubungan antar konsep.
Banyak penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran mendalam jauh lebih efektif dalam membentuk pemahaman yang kokoh dibandingkan sekadar belajar untuk ujian. John Dewey, seorang filsuf pendidikan, menyatakan bahwa "We do not learn from experience, we learn from reflecting on experience." Artinya, pengalaman saja tidak cukup; kita harus meluangkan waktu untuk merenungkan dan memahami makna dari pengalaman tersebut.
Deep Learning memungkinkan siswa mengembangkan pola pikir kritis, memecahkan masalah kompleks, dan mengaitkan informasi baru dengan pengetahuan sebelumnya. Ini berbeda dari surface learning atau pembelajaran dangkal, di mana siswa hanya berfokus pada hafalan tanpa pemahaman mendalam.
Mengapa Kita Terjebak dalam Pembelajaran Dangkal?
Sistem pendidikan tradisional sering kali menekankan pada hasil instan. Ujian, ujian, dan ujian. Siswa belajar bukan karena ingin memahami tetapi karena takut mendapat nilai buruk. Model ini membuat kita terbiasa dengan cara belajar dangkal: baca cepat, hafal, ujian, lalu lupakan.
Padahal, belajar yang sejati bukan soal seberapa banyak yang kita ingat dalam waktu singkat, tetapi seberapa dalam kita memahami konsep yang dipelajari. Deep Learning mengajarkan kita bahwa proses berpikir lebih penting daripada sekadar hasil akhir. Ini mengapa merenung setelah belajar---seperti yang disarankan guru saya dulu---menjadi kunci pembelajaran yang efektif.