"jangan meludah di depan orang Kubu, nanti kamu ngak bisa pulang"
Kalimat itu sering dinasehatkan pada orang yang ingin berjumpa atau berurusan dengan Orang Rimba atau Orang Kubu, Sanak, atau Suku Anak Dalam---begitu sebutan orang luar pada mereka.
Tulisan ini bukan untuk mengadili apakah magi/magisme sesuatu yang nyata atau khayal belaka, melainkan lebih kepada upaya untuk memahami budaya Orang Rimba yang mengenal serta mempercayai dunia magisme.
Mantra dan fungsinya
Stereotip yang sangat umum ditemukan dalam masyarakat Jambi mengenai etnis Orang Rimba bahwa masyarakat ini penuh dengan dunia magi/magisme.
Anggapan ini rupanya tidak sekedar pada wacana saja tetapi mereka malah sangat takut, kecuali masyarakat Melayu yang sudah ratusan tahun berinteraksi dengan mereka.
Dalam masyarakat yang lebih luas, mistik mempunyai makna peyoratif. Hal ini tidak terlepas dari adannya praktek mistik di masyarakat Timur (juga) masyarakat Barat, dan malah istilah ini muncul pertama kali di Barat dari kata muo (Yunani) yang artinnya menutup mata atau menutup mulut, menyembunyikan dan istilah ini dipakai pada zaman pra-kristiani dalam hubungannya dengan agama misteri.
Sekitar abad ke-5, mistisme lebih dikenal sebagai teori atau sistem religius yang mempunyai konsep bahwa Tuhan adalah yang transenden secara absolut, tidak terjangku rasio manusia.
Namun ada jalan lain untuk "bertemu" Tuhan diantrannya ialah "via negativa" yang berarti negasi/penyangkalan tetapi ada afirmasi di dalam hati (Y.A.Surahardjo, 1983:xii)
Dalam agama Islam kita mengenal tasawuf/sufisme, suluk dalam masyarakat jawa, teosofi dalam Neo Hindu-Budha yakni, pengetahuan atau seni didalam mengembangkan pengetahuan tentang Tuhan lewat meditasi (lihat, Y.A. Surahardjo, 1983:77.)
Gnosis dalam kristen yang diperkenalkan oleh mistikus kristiani Meister Eckhart, serta di dalam agama Yunani terdapat sekte Essenes--sebagai kenyataan bahwa mistisme berasal dari suatu gerakan religius.