Hutan dan sungai Gorontalo menyimpan deposit emas yang tidak sedikit. Di luar dan di dalam kawasan hutan. Mulai dari Kabupaten Pohuwato (Gunung Pani), Kabupaten Boalemo (Sungai Sapa), Kabupaten Gorontalo Utara, hingga Kabupaten Bone Bolango. Ada ratusan tambang-tambang rakyat tersebar disana.
Pertambangan emas di Gorontalo bukan baru, keberadaan emas di Gorontalo dapat kita lacak dalam catatan ekspor emas VOC bertahun 1739.
Namun, kali ini saya tidak sedang mensejarahkan pertambangan emas di Gorontalo, melainkan tetang manusia yang berpredikat kijang yakni, mereka yang berprofesi sebagai porter logistik bagi penambang rakyat yang lokasinya jauh di interior hutan. Mereka bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan pertambangan rakyat Gorontalo, hingga sekarang.
Kijang, predikat itu melekat pada mereka karena kemampuan mereka berjalan luar biasa: mendaki bukit, meniti jurang, menyeberangi arus sungai yang deras, paham lika-liku jaringan jalan setapak di hutan, dengan barang bawaan yang berat pula.
Lebih dari itu, kecepatan mereka berjalan adalah keutamaan dari profesi unik ini.
Hal tersebut penting karena para penambang yang berada jauh di dalam hutan mengandalkan pasokan bahan makanan dari luar. Jika sampai logistik mereka habis, sementara bahan makanan datang terlambat apalagi sampai berhari-hari, mereka bisa sekarat menanggung lapar.
Walau di hutan selalu ada saja makanan yang bisa cari, namun tidak mudah menemukan makanan yang cukup untuk kebutuhan sekelompok penambang berjumlah 7-10 orang selama berhari-hari, terlebih karena mereka adalah orang desa, bukan perburu peramu yang ahli memasang jerat serta mengenali baik jenis tumbuhan apa saja yang bisa dimakan di hutan, mana yang beracun mana yang tidak.
Selain bahan makanan, kijang juga membawa pasokan barang-barang lain yang dibutuhkan para penambang. Menyebut di antaranya: minyak, selang besar, mesin dompeng atau spare part untuk pengganti alat pertambangan yang rusak.
Jadi, seberapa cepat mereka berjalan?
Sebagai perbandingan, jika orang biasa menempuh jarak yang sama perlu 4 hari 4 malam, mereka bisa menempuhnya dalam tempo 2 hari 2 malam saja. Kecepatan mereka dua kali lipat kecepatan orang biasa. Dari sinilah julukan kijang itu melekat pada mereka.
Di medan hutan Gorontalo yang berbukit dan bergunung, hanya orang terlatih yang bisa melakukannya. Kemampuan mereka dapat disetarakan dengan kemampuan Orang Polahi, komunitas nomaden penghuni hutan dataran tinggi Gorontalalo.