Lihat ke Halaman Asli

Gadis "Scavenger" dalam Jaket Merah Muda

Diperbarui: 25 Juni 2015   08:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13311042511337687747

Hai Gadis, adikku ayu / Bahagianya seumurmu Kau lincah, cantik dan lugu / Tawa, tangis kau pun lucu *)

.

Gadis itu Tari namanya. Aku sedang jogging ketika melihat si kecil berjaket merah muda itu mengais-ngais sampah, lalu menyimpan berbagai benda temuannya itu ke dalam karungnya. "Sepertinya aku punya banyak botol bekas, dik. Mau singgah ke rumah ?" **), demikian salam dan ajakanku yang terucap. Padahal yang tak terucap kira-kira begini : "Hai, Gadis ! Apakah kamu akan mengais sampah seharian ? Dan apakah kamu sudah sarapan ?" "Mau ...", jawabnya. Kami berdua lalu melangkah menuju rumah, padahal joggingku tadi baru berlangsung dua putaran. "Kamu tidak akan terlambat ke sekolah kan ?", tanyaku menebak-nebak, sambil berharap dia benar-benar anak sekolahan. "Nanti sekolahnya jam delapan, Bunda. Tidak apa terlambat sedikit, karena hari ini cuma belajar komputer", jawabnya. Lega hatiku mendengar anak manis yang baru kelas tiga Sekolah Dasar itu lalu berceloteh tentang sekolahnya, gurunya, pelajaran komputer, juga bahasa Inggris dan IPA kesukaannya. .

. "Benarkah setiap hari kau berburu botol bekas sebelum berangkat sekolah, dik ? Kok rasanya aku baru melihatmu hari ini", tanyaku terheran-heran. Padahal aku melalui jalan itu hampir setiap hari. "Apakah kakak dan adikmu juga melakukan hal yang sama ?" "Kakakku sudah menikah; ia tinggal jauh dari sini, di rumahnya sendiri. Sedangkan adikku masih bayi". "Punya kakak yang menikah dan adik bayi ? Wow, Ayah Ibumu orang yang ...euh ... sibuk sekali rupanya, ya. ;-)   Lalu ... akan dibawa ke mana semua botol-botol itu, dik ?", tanyaku sambil memandangi seonggok karung yang bertengger mantap di pundak kecilnya. "Bapak akan menyimpannya di rumah. Kata Bapak, kalau harganya baik, kami akan menjualnya ..." "Wah, kalian hebat sekali. Tapi kamu lebih hebat lagi, karena kamu suka membantu orang tuamu ...", kataku sambil menepuk punggungnya. .

1331105986650274928

. Sejumlah botol akhirnya berpindah tangan. Lucunya, kami sendiri yang memulungnya untuk si Tari, karena botol-botol bekas itu tadinya telah berada di tempat sampah. "Kamu mesti sering ke sini ya, Tari. Akan kami sisihkan botol-botol untuk kamu. Juga benda lain selain botol ... mungkin ?", kataku, sambil mengingat-ingat di mana kami menyimpan sejumlah tas sekolah, boneka, dan berbagai aksesori yang cocok untuk mendandani si Mungil itu. "Kalau ada sih ... kardus dan koran bekas, Bunda", usul Tari sambil melirik sebuah sudut di garasi kami yang penuh barang. Aku lalu mengikuti pandangan matanya, dan ... ya ampun ! Sudah berapa lama gunung koran itu ada di situ ?  Itulah akibatnya kalau terbiasa hidup di tengah-tengah sejumlah barang yang tak selalu dibutuhkan. Kehadiran segala hal yang berlebihan itu membuat kita kehilangan kepekaan ... (Mungkin kekurangpekaan itu jugalah yang menyebabkan aku baru melihat aksi gadis manis itu pada hari ini ...) "Baiklah. Besok kita bertemu lagi ya, Tari. Kan ada sejumlah koran yang harus kau bawa pulang !", kataku sambil membantunya mengemasi barang-barangnya. .' [caption id="attachment_167153" align="aligncenter" width="538" caption="Kuharap kisah ini hanyalah tentang THE GIRL NEXT DOOR, bukan POVERTY NEXT DOOR"]

13311091021445187334

[/caption] . Tak lama kemudian kami sudah kembali menyusuri jalan. Ada yang harus melanjutkan joggingnya, ada juga yang  memilih untuk menyisir seluruh kotak pembuangan di seluruh komplek perumahan. Yang pertama adalah orang dewasa yang sedang bersenang-senang, yang ke dua adalah anak-anak yang sedang bekerja. "Jika perbandingan itu tampak tidak selaras, simpan dulu pertanyaanmu tentang keadilan Tuhan. Sebab jawabannya terserak pada berbagai aksi dan tindakan nyata, bukan pada kata-kata mutiara...", demikian hatiku berkata.

Namun pada hari ini, langkah-langkah mantap seorang gadis kecil ketika sedang membungkuk dan memungut berbagai benda yang terbuang itu telah mengubah pandangan seseorang yang jauh lebih dewasa (umurnya), yaitu ... aku.

Ia mungkin tak tahu bahwa aksinya itu telah membantu Bumi dalam melakukan daur-ulang. Bumi tak pernah membuang, manusialah yang menciptakan barang buangan.***)  Dan meski bergulat dengan kekotoran, wajah lugu gadis itu sedikitpun tak menyiratkan keberatan. Aku dibuatnya tertunduk mengenang betapa enggannya aku setiap kali melakukan pemilahan terhadap sampah-sampahku sendiri.

.

.

Jadi mengapa sampah kering harus dipisahkan dengan yang basah ?

Agar sampah kering itu memiliki kesempatan untuk memberi manfaat yang lebih luas, terutama bagi para scavangers****) alias para pendaur ulang yang mengikuti jejak Bumi itu. Memperbarui manfaat ini adalah salah satu bentuk syukur yang selama ini diteladankan oleh Alam, demikian kata para bijak.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline