Lihat ke Halaman Asli

Hanya Pejuang yang Hidup Abadi

Diperbarui: 26 Juni 2015   01:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Warna salmon pacific berubah dramatis selama masa pembuahan, yang juga merupakan detik-detik terakhir kehidupan mereka.

Saudaraku, setiap Ramadhan kita berpuasa, lalu menikmati Idul Fitri di bulan berikutnya. Entah mengapa sekali setahun kita merayakan kemenangan yang mengherankan itu, padahal tak terasa pergulatannya, juga tak terbersit kebanggaannya. Jauh di dalam hati kita tahu, bahwa kemenangan itu haruslah suatu peristiwa luar-biasa yang akan mengubah hidup kita selamanya. Bahkan dalam samar itu ada sepercik keyakinan, bahwa puasa yang berakhir dengan kemenangan sejati, pasti akan menyelamatkan kita dari perasaan menua, meletih dan pesimistik, hingga akhir nanti. Saudaraku, setelah puluhan kali berpuasa, tak mungkin lagi kita melihat ritual menahan lapar dan haus sepanjang siang itu sebagai ...perjuangan. Bahkan setelah sekian kali menjalani kebersamaan dan aksi kepedulian, kita dapati bahwa prestasi terbesar kita ternyata hanyalah menciptakan antrian para peminta-minta, perengek dan pemimpi yang semakin panjang, bukannya barisan para ...pejuang. Barangkali sudah saatnya bagi kita untuk kembali melirik sebuah gambaran fitri tentang kehidupan alami. Di atas panggung peragaan Kosmos itu, setiap saat selalu ada pertunjukan yang mengisahkan para pejuang dan perjuangannya. Kisah tersebut secara bergilir diperankan oleh berbagai satwa liar. Ini hanyalah satu di antaranya:

“Ribuan ikan salmon setiap tahun berbondong-bondong meninggalkan hangatnya lautan menuju hulu sungai yang dingin, menempuh jarak yang bisa mencapai ribuan kilometer. Berbagai tantangan menghadang sepanjang perjalanan, meliputi bermacam pemangsa, tanjakan yang luar-biasa tajam, juga perbedaan suhu dan kadar garam yang menuntut kondisi prima untuk melaluinya.

Tekanan yang begitu besar membuat mereka tidak sempat makan dan beristirahat, membuat perjalanan ini lebih mirip 'misi bunuh diri'. Ya, sebagian besar pengembara itu akan tewas dalam perjalanan. Mereka yang selamat juga akan segera mati, tentunya setelah menitipkan jejak berupa benih-benih keturunan mereka untuk dibesarkan dan disebarluaskan oleh sang hulu.” [caption id="" align="aligncenter" width="554" caption="Warna salmon pacific berubah dramatis selama masa pembuahan, yang juga merupakan detik-detik terakhir kehidupan mereka."][/caption]

*

Betapa seriusnya Kosmos memperagakan semua ini; keseriusan itu bahkan nyaris mendekati ... kegilaan. Namun dengan jelas panggung ini mengajarkan kita tentang hakikat perjuangan, sambil sesekali menampakkan pemandangan menakjubkan tentang keputusan-keputusan nekad dan mematikan yang dibuat oleh para pejuang. Aksi migrasi para satwa liar itu seakan mengandung pesan, bahwa tonggak penting sejarah memang selalu diwarnai oleh keputusan-keputusan gila. Puasa, juga tekad besar untuk meninggalkan cangkang, rumah yang nyaman, atau selimut penghangat ...itu hanyalah sebagian di antaranya. Namun berkat ‘paket kegilaan’ semacam ini, kehidupan lalu bergerak dan mengalami pembaruan. Gerak dan pembaruan ini bahkan dimulai sejak ratusan juta tahun lalu, yaitu ketika ada ikan pemberani yang rela meninggalkan kawasan perairan yang paling mereka cintai, juga primata yang rela hijrah dari kawasan hutan yang paling mereka kenali. Kini mari kita lihat pengembara lainnya yang juga berani membahayakan hidupnya demi sebuah perubahan dan pembaruan. Berikut adalah kisah mereka :

*

Gibraltar, tahun 711. Seorang panglima perang asal Afrika Utara bernama Thariq Bin Ziyad beserta pasukan kecilnya baru saja mendaratkan kapalnya. Mereka dikirim oleh Musa Bin Nusair untuk membebaskan rakyat Spanyol dari penjajahan yang dilakukan oleh rajanya sendiri. Sungguh misi yang amat berat, karena kekuatan musuh berlipat-lipat, baik dalam jumlah maupun perangkat. Namun Bin Ziyad tak kurang akal untuk membakar semangat pasukannya. Ia lalu meminta anak buahnya...membakar seluruh armada kapal yang membawa mereka ke Gibraltar. Harapannya : Tanpa kapal, maka tak ada lagi jalan mundur, apalagi menyerah. Inilah sebagian pidato Bin Ziyad di hadapan anak-buahnya yang ternganga :

"Wahai saudaraku, lautan yang ganas ada di belakang kita, musuh yang gigih membela rumahnya ada di depan sana. Kemana lagi kita akan lari ? Pilihan kita hanya dua : menaklukkan mereka lalu tinggal di sini, atau binasa dalam sia-sia !Kita tak punya apa-apa, hanya bisa mengharapkan integritas, kesabaran dan keberanian kita sendiri. Tapi kalau kita saling percaya dan saling menjaga, percayalah, sesungguhnya Allah akan menjadi penolong utama kita."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline