Bagaimana bisa aku yang memiliki gen turunan dari ayah dan ibu yang sama memiliki selera yang berbeda dengan adikku? Kita sama-sama laki-laki terpaut lima tahun saja. Wajahpun mirip. Namun kesukaanku yang tergila-gila dengan makan ikan berbanding terbalik dengan adikku yang tidak (atau setidaknya memilih untuk tidak) makan ikan.
Kesenangan dan hobi kamipun berbeda. Aku yang suka musik dan peka terhadap seni sedangkan adikku tidak sama sekali bermain musik. Aku yang mudah belajar bahasa asing dan adikku yang lebih memilih bidang teknik otomotif. Bidang yang sama sekali aku tak kuasai.
Memang seperti itulah fitrah manusia. Meskipun satu turunan, adik kakak atau bahkan kembar siam sekalipun pada dasarnya diciptakan memiliki bakat dan kemampuan yang berbeda satu sama lain. Sama persis seperti yang disampaikan Ki Hadjar Dewantara bahwasanya anak memiliki garis samar yang seyogyanya ditebalkan seiring perkembangan umurnya.
Garis samar tersebut adalah bakat, kemampuan dan minat yang tercetak pada blueprint masing-masing individu. Oleh karenanya pemerolehan keilmuan dan pengelolaan sosial emosional, pendekatan pembelajaran, pola pikir, cara dan metode pemecahan permasalahan yang mungkin diambil oleh seseorang akan berbeda satu dengan yang lain.
Lantas bagaimana peranku sebagai seorang guru menghantarkan pembelajaran terhadap pemelajar menilik buah pikir di atas?
Pada modul 2.1 Pendidikan Guru Penggerak mengenai pembelajaran berdiferensiasi aku ditawarkan dan ditampar dengan pendekatan pembelajaran yang menitikberatkan pada perbedaan dan keunikan tiap individu dan bagaimana sebagai seorang guru aku mampu memenuhi, memfasilitasi dan melayani kebutuhan tiap murid akan pembelajaran yang bermakna.
Sekilas ketika aku membaca judul modul 2.1, "Memenuhi Kebutuhan Belajar Murid Melalui Pembelajaran Berdiferensiasi" mata ini langsung menggarisbawahi pembelajaran berdiferensiasi. Karena dasar keilmuan yang kumiliki adalah bahasa asing-yakni bahasa Jerman, rasa-rasanya kata different yang notabenenya adalah bahasa Inggris bukan lagi kata yang sulit untuk dijabarkan. Berbeda dalam bahasa Indonesia.
Secara liar pembelajaran berdiferensiasi dapat kuinterpretasikan menjadi pembelajaran yang berbeda. Berbeda bagi siapa? Lagi-lagi logikaku yang sedikit cair berkelana mengenai siapa yang terlibat dalam pembelajaran. Guru dan murid. Sekilas kutebak pembelajaran berdiferensiasi adalah pembelajaran yang dapat dimaknai dan dijalankan secara berbeda baik oleh guru atau murid.
Tebakanku tidak melenceng jauh. Setelah digali lebih jauh pembelajaran berdiferensiasi dapat dijabarkan menjadi upaya guru menjalankan pembelajaran dengan banyak cara dan metode yang dapat mengakomodasi kebutuhan individual murid (yang berbeda-beda) sehingga kebutuhan belajar mereka dapat terpenuhi. Kebutuhan, prioritas, minat dan keinginan murid berbeda satu sama lain. Oleh karenanya seorang guru harus dapat memberikan layanan purna dalam memfasilitasi aktivitas murid pada proses pembelajaran.
Untuk dapat memfasilitasi kebutuhan belajar murid yang bervariasi bukanlah hal yang mudah. Sebagai guru kita harus dapat menilik kepribadian murid sampai kepada hal mendasar dan tidak hanya dari apa yang tampak secara kasat mata. Banyak teori yang harus dipelajari dan dikuasai oleh guru. Namun setidaknya upaya memberikan pelayanan yang prima dapat dimulai dengan melaksanakan asesmen diagnostik pada awal pembelajaran.