Matahari terlihat bulat dan terasa panas sekali menghangatkan bumi. Di bawah matahari itu, di bumi, berdiri manusia dan mahluk hidup lainnya. Di bumi itu juga, mereka dalam diam menyaksikan dan menontoni matahari yang makin hari makin panas tanpa ada aksi apa pun. Beberapa mengira panas yang matahari paparkan dan mereka rasakan adalah sesuatu yang alamiah tanpa bisa diintervensi atau setidaknya ditangkal oleh tingkah laku dan kebiasaan manusia.
Sejak kedatangannya manusia telah mendobrak paksa rumah dari berbagai mahluk hidup lalu bahkan menghancurkannya. Tidak terhitung berapa spesies punah akibat eksistensi dan aktivitas manusia yang sangat tidak ramah lingkungan. Tanpa perlu waktu lama, mereka kemudian berada di puncak rantai makanan. Dengan kemapuan otak yang demikian cerdas lalu timbul pertanyaan, siapa yang mampu mengalahkan manusia? Apakah ada keterkaitan antara lingkungan dan kehadiran manusia?
Menjawab pertanyaan tersebut agaknya sangat sederhana. Sejauh ini, jelas sekali bahwasanya manusia memang berada di lapisan teratas di puncak rantai makanan. Manusia bukanlah berkaki empat, bergigi lancip atau mungkin raksasa seperti gajah atau dinosaurus, tapi segala kelemahan manusia ditutupi dan dipersenjatai dengan kemampuan otak yang tidak ada duanya lalu menjadikan manusia berubah layaknya dewa dan paling berpengaruh dalam keselarasan lingkungan.
Tidaklah salah jika dikatakan bahwa rusak atau panasnya dunia adalah ulah dari manusia itu sendiri. Manusia mengeluh kepanasan sekaligus tanpa sadar atau secara sadar ikut berkontribusi dalam merusakan lingkungan. Bahkan, entah di tempat mana, di luar sana, banyak sekali manusia yang terang-terangan menganggap bahwa lingkungan adalah tool untuk meraih kesejahteraanya sehingga lingkungan berimbas dikorbankan dan dieksplotasi.
Pemikiran tersebut adalah apa yang disebut sebagai teori antroprosentrisme. Teori ini adalah teori etika lingkungan yang memandang manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta. Manusia dan kepentingan dianggap paling berpengaruh menentukan tatananan ekosistem dalam kaitan dengan alam secara langsung maupun tidak langsung. Nilai tertinggi adalah manusia dan kepentingannya. Hanya manusia yang mempunyai nilai dan mendapat perhatian. Segala sesuatu yang lain di dalam semesta ini hanya akan mendapat nilai dan perhatian sejauh menunjang kepentingan manusia.Oleh karenanya alam pun hanya dilihat sebagai obyek, alat dan sarana bagi pemenuhan kebutuhan dan pencapaian tujuan manusia. Alam tidak mempunyai nilai pada dirinya sendiri.
Kemudian terkait panas, kita akan menyapa dua kata yang sangat tidak asing akhir akhri ini, yaitu pemanasan global. Pemanasan Global pada dasarnya adalah naiknya atau meningkatnya suhu bumi yang disebabkan oleh sedikit banyak dari aktivitas dan pemikiran antroprosentrisme manusia seperti kegiatan industri yang memicu peningkatan CO2 dan chlorofluorocarbon. Gas yang dianggap paling berperan dalam fenomena ini adalah karbon dioksida, yang umumnya dihasilkan oleh penggunaan batubara, minyak bumi, gas dan penggundulan hutan serta pembakaran hutan.
Pemanasan global diakibatkan oleh gas rumah kaca yang makin menebal karena penumpukan karbon dioksida dan gas lainnya sehingga panas matahari yang seharusnya dipantulkan kembali malah diserap dan dipaparkan ke bumi. Selanjutnya, dalam jangka waktu yang lama pemanasan global ini menyebabkan perubahan iklim. Perubahan iklim adalah perubahan unsur unsur iklim (suhu, tekanan, kelembaban, huja , angin, dsb) secara global terhadap normalnya. Salah satu indikasi terjadinya perubahan iklim global saat ini adalah pemanasan global yaitu indikasi naiknya suhu muka bumi secara global (meluas dalam radius kilometer ) terhadap bormal/rata rata catatan pada kurun waktu standard (ukuran badan meteorologi dunia/wmo: minimal 30 tahun. Terdapat berbagai definisi dari berbagai kalangan tentang perubahan iklim, yaitu
Pengertian perubahan Iklim menurut berbagai sumber:
a. UU No. 31 Tahun 2009: