Lihat ke Halaman Asli

Prostitusi Anak di Jagakarsa: Negara Gagal (Melindungi)?

Diperbarui: 12 Maret 2016   12:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

 

 

 “Pihak kepolisian menciduk pelaku prostitusi anak di kawasan Jagakarsa, Jakarta Selatan”, demikian adalah kutipan berita yang saya saksikan di layar tv saya pada jumat siang kemarin.

Sebuah peristiwa yang kembali terjadi dan tentunya sangat memilukan di tengah bangsa ini. Tepatnya di Jalan Timbil IV, Cipedak, Jagakarsa, Jakarta Selatan. Pihak kepolisian berhasil mengamankan tersangka yang biasa dipanggil Torik melakukan tindakan kriminal itu berperan sebagai mucikari di warung kecil tempat ia biasa berjualan sehari-hari. Dan yang sangat mengejutkan, ia melibatkan anak-anak di bawah umur dengan kisaran usia 15-16 tahun untuk melakukan kegiatan seks berbayar, yang mana dari pengakuan sementara pelaku memasang tarif 300 ribu – 400 ribu rupiah perorang bagi para pelanggannya.

Melihat kebelakang mengenai kasus prostitusi anak, kejadian yang terjadi di Jagakarsa, Jakarta Selatan bukan kali ini saja terjadi. Salah satu kasus yang sempat menjadi perhatian media pada tahun 2015 lalu terjadi di Pontianak yang pada saat itu diketahui ada 2 anak di bawah umur yang menjadi korban prostitusi berhasil diamankan pihak kepolisian Polresta Pontianak.

Miris memang, peristiwa eksploitasi terhadap anak seolah tidak ada habisnya di negeri ini. Dari data UNICEF,  di Indonesia saja diperkirakan ada 40.000 – 70.000 anak yang menjadi korban eksploitasi seks setiap tahun nya. Dan diketahui bahwa kegiatan eksploitasi seks anak ini sudah terjadi di berbagai kota besar di Indonesia. Hal inilah yang seharusnya menjadi perhatian penting oleh semua masyarakat bahwa perlindungan terhadap anak haruslah diutamakan, tentunya dengan perlindungan hukum yang semakin diperkuat.

Dalam menyikapi kasus tersebut tentu harus segera dilakukan peningkatan kewaspadaan dan perlindungan oleh masyarakat. Disamping itu tentu pemerintah harus kembali menggencarkan sosialisasi mengenai perlindungan anak. Dilihat dari sisi hukum, pengaturan regulasi tentang perlindungan anak kembali diperkuat dengan sanksi yang lebih berat lagi. Seperti halnya dari kasus prostitusi anak di Jagakarsa saja, pelaku yang dikenakan pasal 76 i Junto pasal 88 UU No. 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak mendapat ancaman pidana hanya 10 tahun penjara dan denda 200 juta saja.

Tentu hal-hal itulah yang harus menjadi perhatian serius masyarakat, terutama pemerintah. Penguatan regulasi hukum dan sanksi pidana terhadap pelaku yang bermain dalam prostitusi anak harus segera dilakukan. Perlindungan negara terhadap anak seharusnya menjadi prioritas utama, yang juga akan berdampak pada kualitas sumber daya manusia bangsa ini di masa depan. (MCM)

 sumber terkait:

  • detik.com
  • UNICEF Indonesia



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline