Lihat ke Halaman Asli

Beyond Ability

Diperbarui: 25 Juni 2015   04:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1339657663710891634

Fani, anak perempuan saya sewaktu berusia 2,5 tahun pernah meniru saya menggambar. Diambilnya sebatang pensil dan mulai menorehkan coretan di atas sebuah kertas. Kurang dari lima menit dia selesai menggambar, memperlihatkannya pada saya sambil mengatakan, “Ini sepeda.” “Sepeda siapa ini? Warnanya apa? Mau pergi ke mana?” tanya saya beberapa kali memancingnya agar terus berimajinasi. “Sepeda aku merah, jalan-jalan sama papa,” jawabnya dengan antusias dan dia terus berceloteh seputar jalan-jalan dengan sepeda merahnya itu. Apakah Anda pikir anak saya benar-benar menggambar sepeda seperti ada sebuah setang kemudi, dua roda dan pedal? Kenyataannya sama sekali jauh panggang dari api, alias, gambar itu hanya berupa coret-coret yang tidak jelas bentuknya dan Anda tidak akan menemukan siluet sepeda di situ. Sekejap di kepala ini muncul sepercik bunga api pencerahan. Saya menemukan sebuah pelajaran menarik dari pengalaman ini. Gambar anak saya memang tidak sempurna, tetapi imajinasinya sempurna. Di dalam kepalanya dia melihat jelas sepeda merah itu. Hanya saja ketika mencoret-coret di atas kertas, tangan mungilnya belum terlatih memegang pensil, apalagi menggambar. Begitu pula dengan pikiran manusia. Pikiran kita sedari kecil sampai tua benar-benar “beyond ability”. Tidak peduli berapa pun usia Anda saat ini, pikiran atau imajinasi Anda sangat dinamis tidak bisa dibatasi. Imajinasi dapat merasakan, melakukan dan melihat hal-hal di luar kemampuan kita pada saat ini. Imajinasi dapat membuat hati ini berbunga-bunga seolah kita sudah mampu meraih tujuan kita, padahal sama sekali kita belum bergerak. Imajinasi bahkan mampu melumpuhkan fisik seseorang, saat pikiran bawah sadarnya dibombardir dengan diagnosa ceroboh (karena hasil laboratorium belum lengkap dan tidak akurat, misalnya) dari seorang dokter senior yang berpengaruh. Dari percikan iluminasi itu pula saya sadari bahwa imajinasi manusia tidak pernah dalam kondisi stagnasi pada satu masa. Imajinasi manusia tidak berhenti pada masa sekarang saja atau terperangkap pada masa lalu. Imajinasi manusia bergerak maju ke depan, bergulir ke dalam ruang-ruang waktu mendatang. Ambil saja moda transportasi manusia sebagai contoh. Di darat umat manusia bergerak dari satu tempat ke tempat lain mulai dari naik gerobak, kereta kuda, kereta api, mobil hingga bis. Di laut, nenek moyang kita membuat perahu bercadik, kapal layar, kapal mesin uap dengan baling-baling yang besar sampai pada kapal selam bertenaga nuklir. Lebih dahsyat lagi kisah manusia mengarungi udara. Kurang dalam satu abad sejak pesawat terbang sederhana dirakit oleh Wright Bersaudara, manusia sudah bisa membuat pesawat terbang untuk berpindah-pindah antar benua, mengirim manusia ke bulan, bahkan menciptakan pesawat ulang-alik angkasa. Itu semua buah karya imajinasi progresif yang dimiliki manusia. Jadi, cita-cita apa yang ada di dalam benak Anda sekarang? Apakah Anda sudah menerimanya di dalam imajinasi dan memperkuatnya dengan terus menerus meyakini bahwa itu mungkin terjadi? Biarkan imajinasi itu tetap ada dan semakin kuat, karena tubuh dan pikiran Anda akan tergerak dengan sendirinya untuk memantaskan diri dengan cara melatih diri secara fisik serta mematangkan mentalitas dan intelektualitas Anda. Dan, tanpa disadari pula, pikiran Anda, bagaikan magnet yang menarik ide-ide manusia lain yang berpikir sama progresifnya. Pikiran Anda akan dipenuhi ilham-ilham yang memperkaya dan melengkapi diri Anda dalam mewujudkan apa yang Anda inginkan terjadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline