Lihat ke Halaman Asli

Melda Imanuela

Founder Kaukus Perempuan Merdeka (KPM)

Apa Kabar BPJS?

Diperbarui: 28 November 2017   06:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: pengalaman Melda

"Apa kabar BPJS?"

Saya memiliki kartu BPJS kesehatan dan ketenagakerjaan hampir 2 tahun 7 bulan semenjak tinggal dan bekerja di Jakarta.

Sudah sering menggunakan Kartu BPJS tapi selalu saya dikecewakan. Mulai dari pelayanan dari klinik sampai rujukan ke rumah sakit umum Pasar Minggu yang ribet administrasi dan antrian panjang.

Ini terbukti ketika telinga kiri saya kambuh untuk ketiga kalinya.

1)  Pertama, saya menggunakan biaya berobat pakai jalur umum atau yang dikenal tidak pakai BPJS mahal harganya mulai biaya administrasi, dokter dan obat tapi pelayanan dan obatnya manjur  yang katanya gendang telinga saya robek dan infeksi tahun 2015,

2) Kedua kalinya saya menggunakan BPJS dan karena dokternya bawel maka saya meminta surat rujukan dan operasi kecil di gendang telinga yang katanya sobek. Lagi-lagi saya diribetkan persoalan admistrasi di UGD. Jurus ngomel lagi saya pakai. Kemudian ditangani. Paling menyebalkan mereka lihat Kartu BPJS saya kelas berapa? Ampun sudah pokoknya lambaikan tangan dan saat itu saya memilih umum dan tidak menggunakan BPJS ini terjadi tahun 2016,

3) Ketiga kalinya saya urus klinik selama satu Minggu minum obat tapi lagi-lagi obat generik yang saya dapatkan dan seminggu berlalu saya tidak sembuh dan dirujuk kembali. Alasan sama karena sobek dan saluran gendang telinganya mengalami infeksi. Tiga bulan lamanya harus check up. Bisa kambuh kalau alergi, dilarang minum air es atau yang dingin dan banyak pikiran. Itu saya jalani meski perobatannya sering bolos terjadi bulan sekitar bulan September 2017. Lagi-lagi pake antri dan administrasi naik dan turun tangga sembari pake jurus ngomel.

Mengapa kita selalu dipersulit urusan administrasi yang harusnya mempermudah. Apalagi sudah memiliki kartu BPJS. Bicara penanganan yang lebih utama bagi pasien yang sakit. Sudah menahan sakit masih urus administrasi dan antrian ini persoalan nyawa. Kualitas pelayanan rumah sakit itu selalu berkorelasi dengan uang.

Kelas umum dan pengguna BPJS sering mendapatkan perlakuan berbeda. Jika posisi saya kelas ekonomi  lemah atau wong cilik bagaimana nasibnya jika uang saja tidak punya untuk berobat sedangkan untuk hidup saja tidak cukup untuk makan sehari. Jika ditanya ke BPJS atau Kementrian Kesehatan saling lempar atau lepas tangan alasan bukan wewenang. Akhirnya tanya kepada Pemerintah bagaimana seharusnya selaku pembuat kebijakan.

Transparansi anggaran peserta BPJS kemana selama ini? Jika BPJS terus nombok atau menunggak seharusnya ada tindakan. Bukan memperlama solusinya. Sehingga BPJS mengurangi layanan kualitas.

Harusnya ada audit sebagai monitoring dan evaluasi BPJS untuk menyikapi problematika yang ada dan mengambil keputusan dalam hal ini kebijakan pemerintah dilanjutkan atau dikembalikan pada program Jamkesmas atau Jamkesda.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline