Lihat ke Halaman Asli

Melda Imanuela

Founder Kaukus Perempuan Merdeka (KPM)

Kekinian Nama Wong Ndeso

Diperbarui: 15 Juli 2017   17:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: www.gadgetsandtech.net


KEKINIAN NAMA WONG NDESO


Jaman sekarang generasi kita banyak diperbincangkan, mulai dari segi pendidikan, moral & budaya, etika kerja, ketahanan mental dan penggunaan teknologi. Apalagi jaman milenial menciptakan generasi milienial.  Generasi milenial memiliki karakteristik yang khas mulai ditandai dengan lahir di jaman televisi (TV) sudah berwarna dan memakai remote dengan layar data (LED, dll), sejak masa sekolah sudah menggunakan handphone, sekarang tiap tahun ganti samrtphone dan internet sudah menjadi kebutuhan pokok, berusaha untuk selalu terkoneksi di manapun sehingga cari akses wifi dan kuota internet, eksistensi sosial ditentukan dari banyak jumlah follower dan like, punya tokoh idola, afeksi pada genre atau aliran musik dan budaya pop yang sedah populer atau hype,ikut latah #hastag ini #hastag itu, pray for ini dan itu, dan semua gejala-gejala kekinianyang tak habis-habisnya membuat generasi orang tua kita menjadi kebingungan untuk mengikutinya.

Generasi di era digital membuat aplikasi yang memudahkan segala urusan dengan serba online,mulai dari belanja (lazada, tokepedia, dll), kendaraan (grabike, gojek, dll) sampai pada pendidikan yang jarak jauh menggunakan perpustakan online, pembelajaran berbasis web, pendaftaran sekolah berbasis web (siakad online), dll. 

Ada yang mengatakan Generasi Z dan ada yang menyebutnya Generasi Gadget adalah generasi orang memiliki ketergantungan luar biasa pada alat berteknologi komputer tersebut. Orang-orang dalam generasi ini sepertinya tidak bisa berbuat banyak dalam kehidupannya tanpa kehadiran gadget di dekat mereka.  Bahkan banyak di antara mereka yang bisa dikatakan  seperti "sakaw" (sedang dalam kondisi ketagihan narkotik)  jika tidak membawa gadget (karena tertinggal atau hilang) gelisah dan seolah tidak mampu berbuat apa-apa. 

Setiap jaman melahirkan temuan dari canggih ilmu pengetahuan dan teknologi membawa dampak positif dan negatif bagi msayarakat itu sendiri secara bersamaan. Hal positif adalah semua mayarakat bisa mengakses semua hal dan pemberitaan melalui smartphone mulai dari belanja, berita yang cakupannya lokal, nasional dan internasional dan memperluas jaringan hingga mendekatkan yang jauh bahkan pemimpin dengan rakyatnya dalam dunia maya (dumay). Itu semua lewat aplikasi smartphonemisal facebook, instagram, line, twitter, path, dll.

Namun juga punya dampak negatif mulai perilaku mulai dari ketergantungan, malas dan  gaya hidup yang komsumerisme. Millenials dinilai cenderung cuek pada keadaan sosial, mengejar kebanggaan akan merk/brand tertentu padahal orangtuanya makan dua kali sehari saja sudah bersyukur. Pulang kuliah/ kerja nongkrong di mall dan kafe, padahal di kosan hanya makan mie instan. Cuek aja, yang penting gaya. Yang penting eksis di media sosial. Bagi mereka yang terpenting adalah berburu follower-nya banyak. Sekolah atau kuliah cuma jadi ajang pamer harta orang tua (untuk yang berpunya), dan jadi perjuangan untuk yang tipe BPJS ( Budget Pas-pasan Jiwa Sosialita).Cuek juga terhadap perkembangan politik dan ekonomi, setiap pemilu cenderung golput. Cenderung meninggalkan nilai-nilai budaya dan agama, mengejar nilai-nilai kebebasan, hedonisme, party dan pergaulan bebas.

Millenials mulai jauh dari rasa kepekaan bahkan peduli terhadap lingkungan sekitarnya. Permainan anak-anak yang tradisional mulai layangan, petak umpet, congklak/congkak, lompat tali, gasing, engklek, egrang, ular naga, kelereng, benteng, gobak sodor, dll. Juga membaca buku cetak sudah tidak diminati. Apalagi suruh jalan kaki.  Mereka phobia dibully  dengan kata -kata atau cap katrok, gagap teknologi (gaptek), cupu , enggak gaul dan wong ndeso.  Sampai juga sampai asal ngomong tanpa dipikir dan copas (copy paste) atau plagiat semua hal mulai dari pakaian, cara bicara atau penggunaan bahasa yang digunakan mesti pakai bahasa gaul atau inggris hingga bahasa daerah dan bahasa Indonesia jarang dipakai ditambah dengan kalimat yang disingkat-singkat bila kirim pesan dan status di medsos dan berita.  Bicara berita baik online dan cetak kecendurungan di telan mentah-mentah sehingga literasi medianya minim. 

Apalagi adanya ujaran "dasar ndeso" yang diucapkan Kaesang dalam Vlognya pada tanggal 27 Mei 2017. Putra bungsu Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep, dilaporkan ke Polres Bekasi Kota. Kaesang pada vlognya yang berjudul #BapakMintaProyek dinilai memuat ujaran kebencian dan penodaan agama.Dalam laporan polisi bernomor LP/1049/K/VII/2017/SPKT/Restro Bekasi Kota, tertanggal 2 Juli 2017, Hidayat menuliskan kalimat ujaran kebencian yang dimaksud. Hidayat menilai, ucapan Kaesang dalam vlognya terkesan mengadu domba dan mengkafir-kafirkan.

Kata "wong ndeso" menjadi laris manis dikalangan masyarakat. Melihat penggunaan kata "ndeso", kata ini cukup familiar di masyarakat Jawa. Kata ini juga kerap digunakan pelawak seperti Tukul Arwana yang terkenal dengan ucapan "wong ndeso"-nya.Ndeso sendiri dapat diartikan sebagai desa atau kampung dalam bahasa Indonesia. Sedangkan dalam konotosi tertentu berarti 'kampungan'. Di kalangan anak muda, ndeso kerap dipakai sebagai guyonan atau candaan.

Para millenials jangan takut dibilang "wong ndeso". Salah satu ungkapan yang cukup dikenal yang ditulis Gie, "Lebih baik diasingkan daripada menyerah pada kemunafikan." . Karena berbeda itu adalah unik dan bukan untuk dibeda-bedakan. Pilihan  hidup kita mau  dibilang millenials tapi melupakan jati diri kita yang sebenarnya barang tiruan dan pola pikirnya sempit atau mau dibilang "wong ndeso"  yang menjadi diri sendiri dan cara berpikir kritis dan millenials bukan sekedar tampilan luar tapi lebih tampilan dalam.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline