Lihat ke Halaman Asli

Generasi Milenial dan Penyadaran Kesehatan Mental

Diperbarui: 14 Januari 2018   11:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

komunitas peduli gangguan jiwa lampung

Berbicara dan membahas tentang  kesehatan alangkah baiknya jangan  hanya berfokus pada kesehatan fisik namun juga mental yang seringkali  diabaikan padahal sudah sejak lama baik departement kesehatan republik  indonesia dalam lingkup nasional maupun perserikatan bangsa-bangsa dalam  lingkup internasional, mengingatkan jika kesehatan yang tepat bagi umat  manusia adalah keseimbangan antara kesehatan fisik dan kesehatan mental  namun di banyak negara berkembang seperti indonesia contohnya.

kesadaran untuk memiliki kesehatan mental yang sehat masihlah rendah hal  ini diakibatkan oleh banyak faktor bukan hanya oleh fasilitas yang  kurang tetapi juga kurangnya gerakan penyadaran terkait kesehatan mental  sendiri .

Faktor lainnya juga sudah kuatnya cara berpikir yang salah ditingkat  akar rumput dalam merespon kesehatan mental itu sendiri, akibatnya  berdasakan penelitian dari  organisasi kesehatan mental dunia indonesia  masuk kedalam negara berkembang yang memiliki tingkat orang pengidap  gangguan jiwa yang tinggi.

Bahkan berdasarkan organisasi internasional pengamatan hak asasi  manusia atau Human Right watch dalam rilisnya  tertanggal 20 maret 2016  mengungkapkan jika Orang-orang dengan masalah gangguan jiwa  di  Indonesia sering dibelenggu dan mendapatkan pelecehan yang tidak  berprikemanusian, dalam Laporan setebal 74 halaman.

 "Tinggal di Neraka:  Pelecehan terhadap Orang dengan gangguan jiwa di Indonesia"  mengungkapkan  bagaimana orang-orang dengan kondisi kesehatan mental  sering berakhir dirantai atau dikurung dalam institusi yang penuh sesak  dan tidak sehat, tanpa persetujuan mereka, karena stigma dan  ketidakhadiran layanan pendukung berbasis masyarakat yang memadai atau  perawatan kesehatan mental. 

Di institusi, mereka menghadapi kekerasan  fisik dan seksual, perawatan paksa termasuk terapi kejut listrik,  pengasingan, pengekangan dan kontrasepsi paksa.

Human Rights Watch mewawancarai 72 orang penyandang cacat  psikososial, termasuk anak-anak, serta 10 anggota keluarga, perawat,  profesional kesehatan mental, kepala lembaga, pejabat pemerintah, dan  advokat hak-hak penyandang cacat.

Selain itu juga Human Rights Watch mengunjungi 16 institusi di  seluruh pulau di Jawa dan Sumatra termasuk rumah sakit jiwa, lembaga  perawatan sosial, dan pusat penyembuhan iman, dan mendokumentasikan 175  kasus di lima provinsi orang yang saat ini dibelenggu atau dikurung atau  baru dilepaskan.

Dengan adanya keterbatasan layanan dan fasilitas kesehatan mental  yang cocok dan sesuai dengan standar internasional membuat permasalahan  terkait kesehatan mental di indonesia menjadi semakin rumit ditambah  lagi dengan rendahnya kepedulian masyarakat sebagai element paling  penting disamping pemerintah terhadap orang dengan kesehatan mental yang  kurang sekali bahkan justru stigma dan diskriminasi terhadap orang  dengan gangguan mental datang dari masyarakat sendiri.

Akibatnya banyak sekali penderita gangguan mental dan keluarga mereka  memilih diam daripada mencari pengobatan untuk mengatasi gangguan yang  mereka derita dan yang paling ironis terkadang banyak dari penderita  gangguan mental harus terusir dari keluarganya dan lingkungan sosialnya  karena kuatnya diskriminasi dan stigma yang membuat mereka makin  terlunta-lunta dijalanan.

Peran pemuda dalam membentuk lingkar penyadaran

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline