MONEY politics atau politik uang selalu mewarnai pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) seperti pada pemilihan umum legislatif [pileg]. Boleh jadi yang namanya politik uang seakan-akan seperti ikan dan air yang amat sulit dipisahkan dari pusaran dunia perpolitikan Indonesia.
Banyak pakar politik, banyak pengamat politik, dan banyak pula peneliti, menyatakan, masyarakat harus marah ketika ada pihak tertentu memberi uang untuk tujuan politik dalam pemilu.Masyarakat harus mewaspadai segala praktik politik uang dalam pesta demokrasi.
Banyak harapan, agar masyarakat menolak pemberian uang atau money politics, rasanya tidaklah mudah. Persoalannya, bukan soal masyarakat tahu atau tidak tahu, bahwa politik uang diharamkan. Nah, dalam pesta demokrasi, terjadinya politik uang antara pelaku politik uang dengan masyarakat sama-sama memiliki kepentingan atau saling membutuhkan.
Dua kepentingan atau dua kebutuhan antara pelaku politik uang dengan masyarakat, bisa disebut Politik Uang Gayung Bersambut. Artinya, pelaku politik uang membutuhkan suara dari masyarakat pemilih untuk mencapai tujuan memperoleh kekuasaan atau bagi calon anggota legislatif [caleg] dapat menjadi wakil rakyat yang terhormat .
Sedangkan masyarakat sendiri, tidak sedikit yang sudah hilang kepercayaan atas janji-janji calon pemimpinnya atau calon wakil rakyatnya. Sehingga mereka berprinsip dari pada nanti janji-janjinya belum tentu ditepati, tak apalalah meskipun pemberian atau politik uang yang diterima politik uang recehan hanya Rp. 25.000 atau Rp. 50.000 dari pada nanti, tidak sama sekali.
Alasan-alasan yang seperti itu, nampaknya sudah mewabah ditengah-tengah kehidupan masyarakat sebagai akibat dari perilaku calon pemimpin dan politisi yang hanya pandai mengumbar janji, namun setelah jadi lupalah terhadap janji-janjinya itu. Money Politics Gayung Bersambut,atau Politik Uang Gayung Bersambut menjadi semacam sesuatu yang halal dan dianggap biasa, dengan nilainya yang tak seberapa.
Politik uang seperti itu, sangat sulit untuk dihilangkan, karena sama-sama saling membutuhkan. Ya, itu tadi, caleg butuh suara, rakyat butuh uang dari pada nanti sang caleg telah jadi yang terhormat belum tentu menepati janji-janjinya seperti yang sudah-sudah, uang recehan tak apalah.Politik uang pun sebuah keniscayaan. Begitu barangkali !