- Alasan mengapa emiten termasuk ke dalam Good Company Bad Stock
Saham PT. KMI Wire and Cable Tbk adalah perusahaan yang bergerak di bidang Pembuatan kabel dan kawat alumunium dan tembaga serta bahan baku lainnya, beserta seluruh komponen, suku cadang, aksesoris yang terkait dan perlengkapannya, termasuk teknik rekayasa dan instalasi kabel. Saham ini memiliki fundamental yang cukup bagus, harganya merupakan yang paling murah jika dibandingkan dengan emiten sesame sektor dan trading volume saham tersebut juga merupakan yang paling tinggi.
Bila dibandingkan dengan saham pada sub-sektor kabel, memang KBLI memiliki trading volumeyang cukup tinggi, namun apabila dibandingkan dengan saham saham yang berasal dari sektor industri lain, tingkat rata-rata trading volumetersebut tidaklah seberapa. Kategori bad stockbukan berarti memiliki trading volumenol. Trading volumemasih merupakan aspek penting untuk melihat investor behavior seperti 'Apakah saham tersebut masih aktif diperjual-belikan oleh investor lain? Apakah banyak investor lain yang juga tertarik untuk berinvestasi di saham ini?' dan apabila banyak investor lain yang juga tertarik untuk berinvestasi, hal tersebut dapat membuat naiknya harga saham. Dengan harga tersebut, saham KBLI juga cocok untuk investor yang memiliki modal tidak terlalu besar sehingga saham ini dapat dijadikan target untuk berbagai kalangan investor.
- Analisis Makro Ekonomi
Berdasarkan data International Monetary Fund, pertumbuhan ekonomi 2017 diperkirakan sebesar 5,06% terutama didorong oleh konsumsi swasta yang kuat. IMF juga memandang bahwa stancekebijakan moneter Indonesia saat ini sudah tepat. Bank Indonesia menurunkan suku bunga kebijakan pada 2017 ditengah tekanan inflasi yang menurun dan tekanan eksternal yang berkurang.
Implementasi suku bunga kebijakan Bank Indonesia yang baru (BI 7-day Reverse Repo Rate) pada Agustus 2016 telah berjalan lancar. Selain itu salah satu kebijakan pemerintah yang sangat berdampak besar adalah pengadaan tax amnesty. Program tax amnestyIndonesia tergolong sukses, karena pemerintah mampu menarik WNI di luar negeri membawa dananya masuk dalam bentuk repatriasi ke Indonesia hingga mencapai Rp 200 triliun dari target repatriasi Rp 1000 triliun hanya dengan waktu 5 bulan. Program tax amnestytentunya sangat berdampak besar bagi industri pasar modal, karena pasar modal dapat menjadi gateway bagi dana repatriasi.
Berdasarkan pendapat Institute For Development of Economics and Finance (INDEF) bahwa proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun 2018 sebesar 5,1 persen atau setara dengan proyeksi Bank Indonesia sebesar 5,1 hingga 5,5 persen. Berdasarkan portal berita kompas, Bank Indonesia menyatakan bahwa untuk 2018 mendatang kondisi perekonomian nasional masih cenderung kondusif. BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2018 akan berada pada kisaran 5 hingga 5,4 persen dan inflasi akan berada dikisaran target 4 1%. Hal tersebut diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia, khususnya pertumbuhan komunitas bisnis. Selain itu, Indonesia juga berharap untuk meningkatkan perdagangan dengan membuat variasi produk ekspor ke mancanegara.
- Analisis Industri
Di era pemerintahan sekarang, pembangunan infrastruktur merupakan salah satu program yang sedang marak-maraknya dijalankan. Proyek pembangunan infrastruktur tersebut tentunya menjadi peluang bagi beberapa emiten untuk mendapatkan keuntungan, dimana keuntungan tersebut juga akan dirasakan oleh para investor emiten.
Dilansir dari portal berita VIVA, salah satu sektor yang diprediksikan akan boomingdi tahun-tahun kedepan adalah sektor aneka industri. Para investor yang sebelumnya memiliki saham di sektor konsumer, diperkirakan akan pindah ke sektor yang salah satunya adalah aneka industri dikarenakan nilai saham konsumer telah mencapai valuasi yang tinggi dan pertumbuhannya diperkirakan tidak relatif tinggi, kemungkinan dibawah 10 persen. Berdasarkan dua informasi diatas, nampaknya sub-sektor kabel pada sektor aneka industri berpotensi untuk terus menguat. Berikut merupakan perbandingan data PBV, PER, ROE dan EPS dari keenam emiten sub-sektor kabel, yang telah diolah dari laporan keuangan tahunan masing-masing emiten pada tiga tahun terakhir.
Dari data PBV diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar nilai PBV < 1. Hal tersebut mencerminkan bahwa saham kabel masih undervaluedatau murah. Beberapa saham dari sub-sektor ini juga memiliki nilai PER yang rendah, yakni dibawah nilai rata-rata yaitu 15. Nilai PER ini juga dapat digunakan untuk menilai saham, yang mana jika nilai PER saham dibawah 15 dapat dikatakan sebagai saham undervalued. Selain itu, nilai ROE dan EPSnya pun masih cukup tinggi bila dibandingkan dengan sub-sektor lain.
Pada awal tahun 2017, pemerintah sedang mengejar percepatan infrastruktur khususnya dalam bidang kelistrikan nasional. Bahkan pemerintah telah diterbitkan peraturan presiden untuk menunjang program tersebut. Peraturan tersebut ditetapkan pada tanggal 8 Januari 2016, yaitu Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 4 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan. Perpres tersebut ditujukan untuk mempercepat pembangunan pembangkit 35.000 MW dan jaringan transmisi sepanjang 46.000 km dengan mengutamakan penggunaaan energi baru dan terbarukan dalam rangka mendukung upaya penurunan emisi gas rumah kaca. Megaproyek yang digagas oleh pemerintah tersebut seharusnya memberikan imbas positif pada saham-saham sub-sektor kabel yang mana industri kabel ini salah satu penunjang infrastruktur kelistrikan.
Berdasarkan laporan tengah tahunan 2017, emiten-emiten kabel ini membukukan pertumbuhan penjualan dan laba yang signifikan. JECC memimpin laju pertumbuhan year on yearbila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Penjualan JECC meningkat menjadi Rp 1,02 triliun, yakni naik sebesar 29,49% dari tahun sebelumnya yang membukukan sebesar Rp 789,53 milliar. Di urutan berikutnya, SCCO, KBLM dan KBLI mencetak pertumbuhan masing-masing sebesar 11,34%, 10,49% dan 9,03%. Dari sisi pertumbuhan laba bersih, saham-saham kabel ini mencetak kenaikan yang sangat tinggi. JECC membukukan kenaikan laba bersih sebesar 12.733%, diikuti VOKS yang naik 4.781%, kemudian KBLM dengan kenaikan sebesar 1.558%. Dalam hal likuiditas, dari keenam saham kabel diatas terlihat bahwa saham KBLI merupakan saham yang paling likuid. Data diatas merupakan rata-rata trading volumeharian selama tiga bulan.