Lihat ke Halaman Asli

Membaca Kunjungan DPR ke Jerman dan Meksiko

Diperbarui: 21 Maret 2017   23:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi kunjungan kerja DPR (Sumber: Media Indonesia).

Untuk apa sebenarnya kunjungan kerja DPR ke Jerman dan Meksiko? Kunjungan DPR ke Jerman dan Meksiko tersebut, merupakan salah satu agenda Pansus Penyelenggaraan Pemilu sebelum mengesahkan UU Pemilu. Lebih lanjut, mari kita simak penjelasannya.

Ada sepuluh isu Pemilu yang menjadi fokus dalam pembahasan RUU Pemilu yaitu: 1) sistem Pemilu, 2) keterwakilan perempuan, 3) aksesibilitas, 4) pendaftaran pemilih, 5) kampanye, 6) dana kampanye, 7) teknologi kepemiluan, 8) penegakan hukum, 9) partisipasi masyakarat, dan 10) kelembagaan penyelenggara. 

Kesepuluh hal tersebut masih dibahas dan dikaji kembali oleh pegiat demokrasi dan Pemilu, pengamat Pemilu, akademisi, Komisi Pemilihan Umum (KPU), juga oleh Pansus RUU Penyelenggaraan Pemilu. Sebagian diantaranya, masih menjadi topik perdebatan di kalangan masyarakat.

Publik memang menargetkan supaya RUU Pemilu ini bisa disahkan pada awal atau setidaknya pertengahan tahun ini. Jika target tersebut tercapai, berarti penyelenggara, partai politik, para calon, dan pihak-pihak yang berkepentingan punya waktu kurang lebih 24 bulan untuk menghadapi Pemilu 2019. Inilah perkiraan waktu yang paling ideal untuk mempersiapkan Pemilu 2019.

Pembuat Undang-Undang, dalam hal ini Pansus RUU Penyelenggaraan Pemilu sudah semestinya menyadari hal ini, karena Pemilu 2019 adalah pengalaman pertama penyelenggaraan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden secara serentak. Penyelenggaraan Pemilu Legislatif saja, selama ini selalu diwarnai banyak masalah, apalagi jika ditambah dengan Pemilu Presiden, bisa dibayangkan akan seperti apa.

Program kodifikasi UU Penyelenggaraan Pemilu dikerjakan secara bersama-sama oleh organisasi-organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Sekretariat Bersama Kodifikasi Undang-Undang Pemilu, yang difasilitasi oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).

Salah satu poin dalam pembahasan RUU Penyelenggaraan Pemilu adalah soal teknologi kepemiluan. Wacananya, Pemilu tahun 2019 akan menerapkan sistem Pemilu elektronik (e-voting). Dalam rangka mempelajari sistem Pemilu elektronik inilah, sebanyak 30 anggota Pansus melakukan perjalanan dinas ke Jerman dan Meksiko. Hal ini menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat, karena selain terkesan menghambur-hamburkan uang negara, pemilihan Negara Jerman dan Meksiko dianggap kurang tepat.

Banyak negara yang jauh lebih dahulu menerapkan sistem e-voting dan layak menjadi referensi dibandingkan negara Jerman dan Meksiko. 

Belanda misalnya, adalah salah satu negara pertama yang mengadopsi sistem Pemilu elektronik di negara mereka. Bahkan, Belanda telah membuat payung hukum untuk pelaksanaan e-voting sejak tahun 1965. Sedangkan di kawasan ASEAN, ada juga negara Filipina yang telah menerapkan e-voting sejak tahun 2010.

Menurut Titi Anggraeni, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), negara-negara yang berpengalaman soal teknologi pungut hitung antara lain Belanda, Brasil, Venezuela, India, Filipina, Korea Selatan, Australia, Irlandia, dan Paraguay.

Lalu mengapa memilih Jerman dan Meksiko?

Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Yenni Sucipto, memprediksi bahwa perjalanan dinas luar negeri anggota Pansus RUU Penyelenggaraan Pemilu ke Jerman dan Meksiko bisa menghabiskan anggaran negara hingga Rp. 15 Miliar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline