Lihat ke Halaman Asli

Trump Hentikan Dana Riset, Akademisi Lakukan Perlawanan

Diperbarui: 17 Februari 2017   19:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tindakan perlawanan yang dilakukan kalangan akademisi setelah Trump melakukan penghentian pendanaan riset dan penelitian ilmiah, terkait isu perubahan iklim dan pemanasan global (Sumber: Thomson Reuters).

Sebagaimana yang diberitakan oleh Reuters (26/01), sejak menduduki kursi kepresidenan pada tanggal 20 Januari 2017, Trump telah mengeluarkan selusin kebijakan terkait dengan isu perubahan iklim dan pemanasan global. 

12 kebijakan baru Trump tersebut meliputi penghentian pembiayaan riset dan penelitian ilmiah terkait kajian kontemporer mengenai climate change dan global warming

Perindustrian Amerika memiliki peran vital dalam kaitannya dengan perubahan iklim dan keseimbangan ekosistem dunia. Hal ini bisa dilihat dari data statistik mengenai jumlah industri besar, industri menengah, tingginya angka polusi udara, serta masalah-masalah seputar manajemen pengelolaan, penyaluran, dan pemanfaatan limbah pabrik.

Selain penghentian dana riset dan penelitian ilmiah, Trump juga diisukan akan mencabut seluruh kesepakatan yang tertuang dalam Konvensi Paris atau yang disebut Paris Climate Agreement tahun 2015 lalu. Pada Bulan November, salah satu jurnalis Reuters telah melakukan wawancara dengan Trump terkait Konvensi Perubahan Iklim di Paris. Dalam wawancara tersebut, Trump mengeluarkan pernyataan bahwa ia akan menyambutnya dengan pikiran terbuka (lihat: artikel Nina Chestney, 30/01). Keputusan Trump membuat kita berpikir bahwa pada saat itu, barangkali Trump menyambut Hasil Konvensi Paris dengan pikiran yang terbuka namun hati yang tertutup.

Kebijakan pemerintah untuk menghentikan pendanaan riset menuai opini negatif dan perlawanan dari kalangan akademisi dan aktivis lingkungan. Mengatasnamakan peneliti dari lembaga perlindungan lingkungan, NASA, dan lembaga riset lain, peneliti-peneliti tersebut lalu menciptakan akun anonim Twitter yang secara konsisten menyuarakan perlawanan terhadap kebijakan Trump. Protes-protes tersebut terdengar sangat jujur, lugu, dan bahkan lucu jika kita mampu melihat masalah tersebut dalam perspektif yang lebih besar.

Sebut saja akun milik @AltNatParkService yang bisa kita indikasikan merupakan akun peneliti dari Lembaga The Alternate National Park Service menulis status, "Can't wait for President Trump to call us FAKE NEWS (Tidak bisa menunggu sampai Presiden Trump menyebut kita sebagai BERITA BOHONG)."

Jurnalis Reuters telah mencoba memverifikasi kepemilikan akun Twitter tersebut pada lembaga terkait namun mereka membantah keterlibatan lembaga itu dengan akun Twitter yang dimaksud. Munculnya akun perlawanan dari penggiat pelestarian lingkungan, juga mendorong peneliti-peneliti lain untuk membuat akun anonim serupa seperti @RogueNASA yang mendeskripsikan akun tersebut sebagai "Akun Tidak Resmi Tim Kebal Hukum NASA. Bukan akun resmi NASA." Akun tersebut mengajak para pengguna Twitter memfollownya untuk mendapatkan informasi, fakta-fakta, dan publikasi ilmiah sebenar-benarnya. REAL NEWS, REAL FACTS.

Salah seorang peneliti dari Mount Rainier National Park mengatakan bahwa yang penting bukanlah siapa pemilik akun Twitter tersebut, tapi pergerakan sosial dan misi yang diembannya terkait dengan isu-isu kontemporer mengenai urgensi pelestarian lingkungan dan upaya menjaga keseimbangan ekosistem. 

Akun @RogueNASA juga menulis status yang berisi, "If posting facts and news to Twitter from a rogue account is what we have to do for the next four years, count us in. #Resist (Jika memposting fakta-fakta dan publikasi di Twitter dari akun ini adalah sesuatu yang harus kami lakukan dalam 4 tahun mendatang, maka ijinkan kami melakukannya #KebalHukum)."

Jengkel dengan aksi-aksi perlawanan di Twitter, Trump lalu memerintahkan lembaga terkait untuk memonitor penggunaan Twitter, menghapus website resmi mereka, serta mengurangi interaksi lembaga dengan masyarakat luas, terutama melalui jejaring sosial. Pegawai resmi dari Konservasi Perlindungan Alam lalu menanggapi hal itu dengan mengatakan bahwa status Twitter tersebut (kemungkinan) berasal dari mantan karyawan, yang tidak lagi berwenang untuk menggunakan akun resmi dan hanya menggunakan Twitter untuk menyebarkan hal-hal terkait dengan informasi lembaga konservasi saja.

Hanya dalam hitungan jam, akun @RogueNASA lalu membesar dan diikuti oleh setidaknya 14 akun serupa, seperti @ungaggedEPA yang mendeskripsikan diri mereka sebagai: "Lembaga tidak resmi EPA, dengan tujuan untuk mengutarakan pendapat-pendapat EPA yang tidak bisa diutarakan". Akun tersebut juga menambahkan pernyataan bahwa mereka tidak terkait secara langsung dengan EPA. 

Salah satu mantan karyawan dari Departemen Interior National Park Service mengatakan bahwa sebagai pelayan publik, sudah merupakan kewajiban bagi mereka untuk memberikan dukungan pada pemerintah. Namun, kebijakan politis pemerintah menyebarkan rasa takut di kalangan para akademisi. Ada sekitar 751.000 orang peneliti yang merasa "diserang" oleh kebijakan Trump. Walau lembaga sudah berusaha melakukan upaya untuk menghentikan aksi perlawanan, namun sepertinya hal tersebut tidak akan mampu menghentikan mereka.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline