Kawasan Simpang Tiga Cilegon tak pernah redup dari gemerlap aktifitas warganya. Lalu lalang kendaraan yang melintasi jalan raya nasional itu pun tak pernah surut.
Malam itu, ketika waktu sudah memasuki dini hari, saya berkesempatan untuk ngobrol dengan seorang perempuan persis di depan akses jalan Kantor Kelurahan Ramanuju.
Penampilannya biasa saja. Pakai kaos putih dan rok depan.Wajah yang berkerut itu dilapisi bedak seadanya. Gincu merah dipoles di bibirnya.
"Mampir, Mas," perempuan itu menyapa saya.
"Ya," saya menjawab biasa saja.
"Mending kita ngobrolnya di dekat pagar," ajaknya. Di tempat itu terlihat lebih gelap, lampu jalan terhalang oleh rimbunan daun-daun pohon.
"Saya lagi menunggu ponakan, lagi perjalanan naik bis dari Bandung, sebentar lagi sampai," saya menjawab dan tetap bertahan duduk di atas motor di tepi jalan.
Lalu, tak disangka, perempuan dengan kisaran usia di atas 40 tahun itu bicara terus terang. Ada rasa penasaran yang muncul tentang dirinya.
Sebut saja namanya, Sita. Ia tidak mau menyebutkan berapa usianya. Tapi dia mengaku punya anak laki-laki sedang menjalani hidup di penjara selama 6 tahun. Sementara dua putrinya diasuh oleh mantan suami.
Sita, mengaku sudah berdiri selama dua jam. Ia mengatakan kepada saya, berharap ada laki-laki yang mau membayar jasanya.