Maret menjadi bulan yang paling ditunggu sahabat saya, Candra Parmanto. Bukan menunggu waktu menikah lagi di musim undangan pengantenan ini, tapi Candra pernah mendapatkan informasi yang kemudian itu menjadi harapan, adalah perbaikan jalan ajur mukmuk (rusak parah) di sekitar tempat tinggalnya.
Sayangnya, hingga memasuki minggu kedua di Maret belum terpasang papan proyek pengerjaan jalan ajur mukmuk.
Candra kerap bercerita, beraktifitas melewati jalan ajur mukmuk memang tidak menyenangkan. Selain beresiko kecelakaan dan badan juga jadi terasa sakit efek benturan roda kendaraan dengan lubang-lubang jalan.
Bertempat tinggal di Perumahan Rakata Ciwedus, meski ada anggota dewan kota dan provinsi yang jadi tetangganya, rupanya tak ada daya untuk memberikan solusi perbaikan jalan secepatnya.
Candra mengeluh, ketika berangkat kerja melalui Jalan Lingkar Selatan kondisinya mengerikan ajur mukmuk. Beraktifitas menuju kota melewati Jalan Ciwedus pun rupanya sama hancurnya.
Kasihan dosen lulusan Pascasarjana IPDN itu. Paham ilmu pemerintahan tapi merasakan efek pembangunan yang tidak baik dari kota yang ditempatinya.
Dosen Terapan Ilmu Pemerintahan di Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (STISIP) Setia Budhi Rangkasbitung itu menilai sistem Pemerintah Kota Cilegon lemah dalam penanganan pembangunan infrastruktur.
Padahal fasilitas jalan sudah menjadi kebutuhan dasar masyarakat, selain kesehatan dan pendidikan yang harus terpenuhi.
Wali Kota Cilegon saat ini, menurut Candra memiliki kelemahan dalam berkomunikasi dan koordinasi dengan banyak pihak.
Padahal dengan kemampuan komunikasi politik yang baik, perbaikan jalan bisa didapat dari banyak sumber selain mengandalkan APBD saja.